Menu
Cahaya Akhwat

SIAPA MAHRAM KITA?

Cahaya Akhwat -Mahram itu apa artinya?  Siapa mahram kita? Siapa mahram wanita? Apakah sepupu termasuk mahram? Apakah ipar termasuk mahram? Apakah anak tiri termasuk mahram? 



Karena blog ini khusus media untuk mengupas seputar akhwat dalam Islam, maka mungkin akan sering disebutkan kata mahram.

Lalu mahram itu apa?
Mahram adalah suaminya dan semua orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena nasab, saudara persusuan dan pernikahan.
Sebab nasab:
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka….  (An-Nuur: 31)

1.      Ayah, termasuk juga kakek atau ayah dari kakek.
2.      Saudara-saudara laki-laki,  meskipun berbeda-beda, seperti saudara laki- laki seayah atau saudara laki- laki seibu.
3.      Anak laki-laki. Termasuk juga anak dari anak laki-laki seperti cucu, atau cucu dari anak laki-laki mapun cucu dari anak perempuan dan keturunan mereka.
4.      Keponakan. Baik dari anak dari saudara laki-laki maupun perempuan, termasuk juga anak dari saudara seayah dan seibu. Dan seterusnya ke bawah.
5.      Paman. Baik saudara laki-laki dari ibu maupun dari ayah.

Lihat juga : HUKUM AKHWAT BEPERGIAN TANPA MAHRAM

Mahram karena persusuan
Juga ibu-ibu yang menyusui kalian serta saudara-saudara kalian dari persusuan.” (Qs. An-Nisa’: 23)
                     ·            Disebut saudara sepersusuan, jika terjadi proses penyusuan selama lima kali
                     ·            Penyusuan terjadi selama masa bayi sampai dua tahun.
1.      Anak laki-laki ibu susu. Termasuk juga saudara dari ibu susu sama dan keturunan mereka.
2.      Bapak/ suami dari ibu susu. Termasuk bapak, kakek dan ke atasnya dari ibu susu.
3.      Keponakan. Anak dari saudara sepersusuan, baik saudara laki-laki maupun perempuan. Begitu juga dengan keturunan mereka.
4.      Paman. Saudara ibu susu atau saudara dari suami ibu susu.
Hubungan persusuan disebut mahram karena tidak boleh mengawini mereka selama-lamanya. Akan tetapi, jika adanya perbuatan keji dan fasik dari hubungan sepersusuan, maka wanita tersebut wajib menutup aurat dan menjaga diri.

Hubungan sebab pernikahan
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu tiri).” (Qs. An-Nisa’: 22)
“Diharamkan atas kamu (mengawini) … ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, dan istri-istri anak kandungmu (menantu).” (Qs. An-Nisa’: 23)
1.      Ayah suami, termasuk juga kakek suami.
2.      Anak-anak suami, termasuk keturunan mereka.
3.      Ayah tiri. Suami ibu, tapi bukan ayah kandung. Haram ada pernikahan jika ayah tiri sudah berhubungan badan ibu. Namun jika belum terjadi hubungan badan, maka dibolehkan.
4.      Menantu laki-laki/suami putri kandung.
Disebut mahram karena terjadinya pernikahan. Tentu nilai kasih sayangnya tidaklah sama hubungan nasab atau darah. Misalnya ayah, tidaklah sama kasih sayangnya dengan ayah suami. Sehingga jika ditemukan adanya perbuatan keji atau fasik dari mahram sebab pernikahan, maka wanita tersebut wajib tutup aurat dan menjaga diri.

Bukan mahram kita.
Sering sekali kesalahpahaman dalam memahami mahram karena terjadinya hubungan kekerabatan, sehingga kadang terjadinya kebebasan atau tanpa batasan aurat.


Sebaiknya baca juga : Hal-hal yang mewajibkan berhijab Di ruma
1.      Saudara suami/ipar. Ipar memang diharamkan menikahi saudari istrinya, akan tetapi mereka bukan mahram, sehingga wanita tersebut harus menutup aurat dan dilarang berduaan. Bahkan Rasulullah, memisalkan ipar itu maut. Artinya berhati-hati sebagaimana kematian, atau suatu hal yang bisa membinasakan.
2.      Saudara sepupu/anak dari paman atau bibi dari ayahmaupun ibu, begitu seterusnya keturunan mereka
3.      Anak angkat, begitu seterusnya dengan keturunan mereka.
4.      Anak kemanakan suami atau anak dari ipar.
Mereka bukanlah mahram mereka, jadi juga wajib menutup aurat dari mereka.


*Sumber: Buku Fiqih Muslimah karya Ibrahim Muhammad Al- Jamal.   
https://muslimah.or.id/394-lihatlah-siapa-mahrammu-1.html




Cahaya Akhwat - Mahram itu apa artinya?  Siapa mahram kita?   Siapa mahram wanita? Apakah sepupu termasuk mahram? A pakah ipar termasuk...
El Nurien
Cahaya Akhwat

HAL-HAL YANG MEWAJIBKAN BERHIJAB DI RUMAH?



Cahaya akhwat - Berhijab di rumah dari yang bukan mahram merupakan artikel yang paling laris diantara artikel lain di blog lama dulu, bahkan mengundang berbagai pertanyaan konsultasi, entah di komentar blog atau di email.  
Kerabunan masyarakat memahami masalah mahram dan siapa saja mahram perempuan, sehingga tak jarang dengan tanpa merasa bersalah mereka buka aurat di dalam rumah karena dianggap bukan siapa-siapa.
Lihat Siapa Mahram Kita
Ditambah lagi dengan berbagai kondisi sehingga mencampurbaurkan dengan orang yang bukan di dalam rumah.
Beberapa situasi yang mengharuskan wanita berhijab walaupun di rumah:
1.      Ipar
Banyak sekali yang belum memahami hal ini, atau memang kadang  kondisi keuangan yang belum memungkinkan sehingga harus tinggal bersama mertua, padahal masih ada saudara laki-laki suami.
 “Janganlah kalian menjumpai wanita- wanita (yang bukan mahram).” Ada seorang bertanya,”  Ya Rasulullah saw, bagaimana (hukumnya) dengan ipar? “ Beliau bersabda,” Saudara ipar adalah maut.” (Muttafaq alaih)
2.      Anak kemanakan.
Ada juga yang mengeluhkan; suami membawa anak kemanakan atau anak paman yang masih sekolah atau kuliah, dengan alasan balas jasa atau menghemat keuangan karena tidak perlu mengkos.
3.      Pembantu atau anak buah kerja.
Sering juga terjadi dalam masyarakat, karena pemuda itu anak buah kerja sehingga tak jarang mereka bisa berlalu lalang dalam rumah, bahkan di tampung dalam rumah.
4.      Tamu.
Ada juga orang yang yang menerima tamu dalam jangka panjang dengan alasan kekerabatan atau satu kampung.
5.      Orang buta.
Jangan mentang-mentang mereka tidak bisa melihat, lalu kau seenak hati membuka hijab. Ketahuilah fungsi hijab adalah melindungimu dari pandangan orang lain juga memandang orang lain.
Dari Ummu Salamah r.ha, ketika itu ia bercelak di sisi Rasulullah saw bersama Maymunah r.ha. Tiba- tiba muncullah Abdullah bin Ummi Maktum r.a yang buta di hadapan mereka, kemudian ia datang kepada Rasulullah saw ( karena ia buta, tidak dapat melihat, maka kami berdua tidak segera meghijabi diri. Kami tetap disisi Rasulullah saw). Rasulullah saw bersabda,” berhijablah kalian darinya.”  Saya berkata. “ Ya Rasulullah saw, bukankah dia buta? Ia tentu tidak dapat melihat kami?” Rasulullah  saw bersabda, “bukankah kalian berdua tidak buta darinya? Apakah  kalian tidak melihatnya? “ ( Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud)
6.      Anak angkat
Mengambil  anak angkat, sesuatu tindakan yang mulia di mata masyarakat. Ada juga, dijadikan solusi bagi pasutri yang belum memiliki keturunan.

 Tidak masalah mengangkat atau mengasuh seorang anak, terlebih lagi jika anak tersebut adalah yatim piatu. Tentu memelihara yatim piatu sangat di anjurkan oleh agama. Akan tetapi yang harus kita pikirkan, anak angkat laki-laki itu bukan mahram istri dan putri atau anak angkat perempuan bukan mahram suami.

Kecuali mengambil anak angkat putra dari anak saudara istri atau anak putri dari saudara putri suami. Akan tetapi jika kita kelak memiliki anak, maka anak kita bukan mahram anak angkat tersebut.
7.      Mantan suami.
Sejujurnya aku tak habis pikir dalam hal ini. Tapi, memang ada yang mengeluhkan melihat teman masih seatap dengan mantan suami. Atau juga, dengan alasan menjenguk anak karena jaraknya cukup jauh, sehingga mantan suami bermalam di rumah.
Allahu akbar, sulit sekali membayangkan situasi-situasi seperti di atas.
Banyak yang mengadukan betapa susahnya menjaga hijab full day. Terlebih lagi jika laki-laki tersebut tidak paham agama. Tau-tau dia ada di samping saat kita istirahat atau di dapur.

Kadang dalam menerima keluhan-keluhan seperti ini pun membuatku merinding. Bagaimana tidak, untuk memberi solusi kadang kita harus membayangkan sendainya situasi seperti mereka, sehingga kita bisa memberi pandangan jalan keluar.
Cukup cerita Zulaiha dan Yusuf dijadikan sebagai bagi kita. Bahwa memang sangat mudah mengundah fitnah, jika adanya bukan mahram di dalam rumah. 
lihat juga Hukum Akhwat Pergi tanpa Mahram
Di berbagi media sering diberitakan; perkosaan terhadap  sepupu,  anak tuan rumah, bahkan perselingkuhan isteri bersama anak buah suaminya.  Dan tentu ini tidak di inginkan oleh Islam.  Dan Islam memberikan hukum-hukum agama demi kesucian dan kehormatan keluarga.
Akhwat, jika situasimu masih seperti di atas. Maka beberapa hal yang harus kauperhatikan.
1.      Jaga hijab.
Kau harus jaga hijab dari yang bukan mahram, walaupun kalau tinggal serumah. Dan juga perhatikan hijab anak putrimu.
2.      Jangan bersendirian.
“Jika laki- laki dan perempuan satu ruangan maka yang ketiganya adalah setan.” (Tirmidzi)
Kau harus menghindari situasi tertinggal hanya berduaan di dalam rumah dan jangan sampai kau tinggalkan putri atau putramu (jika di rumah ada perempuan bukan mahram) sendirian di rumah.
3.      Sediakan aplikasi hijab rumah.
Mudahan kedepannya, saya bisa membahas masalah aplikasi hijab di rumah.
Secara garis singkatnya: hijab rumah adalah berupa sekat, dinding atau tirai yang membatasi ruangan, sehingga memisahkan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
“ …..Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” ( Al- Ahzab: 53)
Untuk lengkapnya aplikasi hijab di rumah lihat di sini

Pernah nginap di rumah masturah di Bogor.  Rumah beliau berbentuk L.  Satu pojok untuk adik-adik perempuan beliau, dan satu pojok untuk keluarga beliau.  Saya salut dengan rancangan seperti ini.  Beliau bisa tidak mencampur adukkan  antara adik-adik perempuan dengan suami beliau, dan di sisi lain beliau bisa memperhatikan kehidupan adik-adik beliau.
4.      Tidak melemahlembutkan suara
“…. Maka jangan sekali- kali kamu tunduk dalam berbicara, sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (Al- Ahzab:32)
Walaupun mereka kerabat atau walaupun ada sekat yang menghalangi, janganlah berbicara lemah lembut, mendayu-dayu sehingga bisa mengundang penyakit dalam hati mereka. Bicaralah yang tegas, jika memang kondisinya harus berbicara.
5.      Tidak melebihi dari tiga hari
Tidak melebihi dari 3 hari menerima tamu yang bukan mahram. Hak tamu hanya 3 hari.
“ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia menghormati tamunya, sebagai hadiahnya.” Para sahabat bertanya, “Lalu apa hadiahnya itu, wahai Rasulullah ?”  Beliau menjawab, “yaitu, siang dan malam harinya. menjamu tamu itu wajib selama tiga hari, dan setelahnya termasuk sedekah.” ( Muttafaq Alahi)
Maksud saya di sini, bukan menganjurkan bersikap buruk kepada tamu apalagi mengusirnya. Bagaimana pun menerima dan melayani tamu adalah salah satu amalan yang mulia dan mengandung keberkahan.
Akan tetapi, dalam menerima tamu melebihi tiga hari, yang harus kita pikirkan, jika tamu laki tersebut bukanlah mahram dari istri dan anak putri atau tamu perempuan bukanlah mahram dari suami atau anak putra.
Selain itu, istri atau akhwat, jangan sekali-kali menerima tamu laki-laki jika di rumah tidak ada laki-laki kita.
6.      Musyawarah dengan suami.
Musyawarah di sini, bukan maksud memaksa suami ngontrak rumah, lalu pindah. Kenyataannya kita harus memahami kondisi keuangan suami atau kondisinya sudah seperti itu.
Jika ada keterlanjuran menampung yang bukan mahram dalam rumah, maka musyawarahkan pula, bagaimana supaya di rumah tanpa ada mahram.
Kepahaman agama yang paling penting dalam kedua belah pihak. Musyawarah dalam hal seperti ini harus berkepala dingin. Istri harus memahami kondisi suami dan suami pun harus memahami kondisi istri dan anak-anak.
Alhamdulillah, jika bisa mengatasi masalah ini sehingga tidak ada lagi yang bukan mahram dalam rumah. Akan tetapi jika kondisinya tidak memungkinkan,  maka bermusyawarah dan bekerjasamalah dengan suami. Bagaimana supaya kondisinya tidak bercampur baur, dan tidak tertinggal berduaan.
Jika dimusyawarahkan, insya Allah jalan.
Dulu ada juga mengeluh (seorang ikhwan); sulit bagi dia menolak anak paman yang mau kuliah karena dia juga sewaktu kuliah menginap di rumah paman.
Tapi setelah hijrah, dia menjadi bingung. Sangat sulit baginya membayangkan bagaimana istri harus jaga hijab fulltime. Dan dia pun tak mungkin selalu ada di rumah, sedangkan istri selalu ada di rumah, maka sangat memungkinkan istri dan anak kemanakan tinggal hanya berduaan di rumah.
Maka saya sarankan; jika memiliki keuangan lebih, tidak salahnya menyewakan kos dengan uang pribadi karena membantengi keluarga dari fitnah lebih mahal dari uang seberapa pun. Tetapi, jika tidak memungkinkan, sediakan ruangan khusus untuk anak paman. Di mana ruangan itu, ada kamar mandi, dispenser, rice cooker bahkan dapur jika bisa. Maka hal ini sudah meminimalisasi pertemuan istri dengan anak paman.
Dan yang paling penting, pahamkan anak paman tersebut akan bagaimana agama mengatur dalam hal ini.
7.      Meminta bantuan saudara
Seperti yang diceritakan diatas, ada mantan suami saudara yang menjenguk anaknya dengan menginap. Dia bicarakan ke ibunya karena ibunya tidak paham akan hukum seperti itu, maka ibunya mengabaikannya.
Maka di sini saya menyarankan, minta bantuan saudara laki-laki (jika ada) untuk juga memahamkan kepada ibu atau meminta saudara laki-laki menginap, jika ada mantan ipar  menginap di rumah.
8.      Berdoa kepada Allah
Berdoa kepada Allah, sesuatu yang harus dilakukan agar Allah memberi kemudahan jalan keluarnya.
Sekian tips dari cahaya akhwat. Jika ada saran, keluhan dan pertanyaan silahkan tulis di kotak komentar atau mengisi form di kontak us. Kami akan menanggapi sebisa kami.  Akan tetapi jika tak ada jawaban dari kami, kemungkinan kami yang tidak online atau memang di luar kekuasan, keilmuan dan kepahaman kami. 

Terima kasih.

Cahaya akhwat -  Berhijab di rumah dari yang bukan mahram merupakan artikel yang paling laris diantara artikel lain di blog lama du...
El Nurien
Cahaya Akhwat

BUNDA, JANGAN MARAH JIKA ANAK-ANAKMU DILARANG MASUK MASJID

BUNDA, JANGAN MARAH JIKA ANAK-ANAKMU DILARANG MASUK MASJID

Assalamualaikum Wr Wb

Zaman makin maju yah, sampai kadang kita suka lupa apa yang menjadi kewajiban dan apa yang menjadi larangan.

Bunda, banyak hal yang harus kita terapkan dalam melatih anak-anak menjalankan perintah Allah SWT.
Jika Bunda memiliki anak laki-laki memang harus kita latih sedari dini untuk mencintai dan memakmurkan masjid. Tapi, ada satu kisah yang disampaikan suami saya suatu saat sepulang ia sholat subuh berjamaah di masjid terdekat.

Salah seorang jamaah sholat subuh mengajak anak laki-lakinya yang masih berusia dua setengah tahun ke masjid bersamanya.
Tahukah, Bunda. Sungguh melaksanakan sholat subuh berjamaah ke masjid bagi kaum laki-laki saat ini sudahlah teramat berat. Satu contoh yang saya angkat dari kasus tersebut memang sering terjadi, saat anak kita yang jarang bertemu Ayahnya jadi ingin ikut saat Ayah berada di rumah.
Tapi, alangkah baiknya jika kita perhatikan keadaan anak kita saat hendak ikut ke masjid. Jika anak bangun tidur, lalu memaksa untuk ikut maka wajiblah kita membersihkan. Jangan sampai pampers dari malam hingga pagi belum diganti terbawa ke masjid.

Yakin pampers itu tidak bocor?
Sudah tahukah hukum najis balita yang bukan hanya mengkonsumsi ASI?

Dengan kodisi seperti itu, amankah anak ikut ke masjid, bermain, tidur-tiduran, lari-larian?

Lalu bagaimana jika anak berlari di dalam shaf jamaah saat Ayahnya sedang sholat? Tentu saja hal ini akan merisaukan jamaah yang sedang sholat.
Fatal bukan akibatnya jika pampers yang dipakai anak kita bocor?

Hal ini juga berlaku bukan hanya saat sholat subuh. Tapi pada waktu lain pun sama.

Pernah sakit hati dimarahin marbot atau imam masjid karena anak-anak kita ke masjid?

Sebelum misuh-misuh dengan sikap marbot atau pun imam masjid tersebut. Sudahkah Bunda introspeksi diri sendiri? Kenali kebiasaan anak kita itu wajib hukumnya.

Pernah ada kejadian menjelang sholat zuhur seorang balita ngompol mengenai karpet masjid yang akan dipakai untuk sholat berjamaah. Bagaimana perasaan Bunda jika menjadi marbot atau imam masjid?
*ingat karakter orang berbeda-beda, jangan minta orang untuk memaklumi diri kita, terutama bila kita dalam keadaan salah.

Mohon bijaksana dalam melatih anak-anak kita ya, Bunda. Silakan izinkan anak-anak ke masjid jika memang sudah cukup usia untuk belajar di masjid. Sudah paham apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan di dalam masjid. Dan yang terpenting adalah latih anak-anak agar sholatnya benar, baik itu gerakan dan juga bacaannya di rumah, agar saat anak-anak telah mencapai usia baligh dapat melaksanakan sholat berjamaah dengan benar dan khusu serta tidak membuat gaduh saat berjamaah di masjid.

Wassalamualaikum Wr Wb.

Assalamualaikum Wr Wb Zaman makin maju yah, sampai kadang kita suka lupa apa yang menjadi kewajiban dan apa yang menjadi larangan. Bunda, ba...
ahliah citra
Cahaya Akhwat

AKHWAT, JANGAN BIASAKAN BEPERGIAN SENDIRIAN!!


Cahaya Akhwat - Bagaimana hukum wanita bepergian tanpa mahram? Bagaimana hukum wanita safar tanpa mahram? Bagaimana hukum wanita keluar tanpa izin suami? Bagaimana wanita pergi haji tanpa mahram? 

Akhwat bepergian bersama mahram, sepertinya terlalu aneh untuk jaman era sekarang ini. Malah dianggap sebegai pengekangan. Ada juga yang tahu hukumnya, tapi terlalu banyak alasan. Alasan hanyalah akan membuat kita menjadi seorag pembangkang. Kenapa tidak berpikir bagaimana supaya kita patuh dan taat dalam beragama.

Lihat SIAPA MAHRAM KITA?
Agama mensyariatkan kita harus bersama mahram, jika ingin bepergian.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita. Dan janganlah seorang perempuan bepergian kecuali ada mahram bersamanya.” Ada seorang laki-laki bertanya, “Aku telah diputuskan untuk berperang, sedangkan istriku akan pergi haji.” Rasulullah menjawab, “Pergilah dan berhajilah bersama istrimu.” (Bukhari dan Muslim, diambil dari Riyadush shalihin)
Pertama, dilarang berduaan dengan laki-laki. Yang kedua, dilarang bepergian kecuali dengan mahram. Bahkan seorang laki-laki yang diputuskan berperang, namun ketika bertepatan istrinya mau berhaji, maka Rasululullah memerintahkannya untuk menemani istrinya.

Memang ada riwayat lain mengatakan, dilarang bepergian sehari semalam kecuali dengan mahram.

Perjalanan sehari semalam di jaman dulu, yang hanya memakai transportasi hewan, tak bisa disamakan dengan jaman sekarang dengan transportasi yang sangat cepat.

Allamah Syami rah,a mengatakan, “perjalanan seorang wanita tanpa mahramnya yang dilarang adalah perjalanan yang memakan waktu 3 hari 3 malam (dengan jarak sejauh 48 mil)..."

48 mil? Jaman sekarang hanya bisa beberpa jam.

Ada ulama lain yang berpendapat, dilarang wanita bepergian tanpa mahram, walaupun jaraknya hanya 2 ataupun 4 mil. Mungkin mereka mengacu pada hadits, “Wanita adalah aurat. Dan sesungguhnya jika wanita keluar dari rumahnya, niscaya setan akan selalu mengawasinya…” (potongan hadits dari Ibnu Umar ra, hadits Thabrani dalam kitab Targhib)

Beberapa hikmah dilarang bepergian tanpa mahram. 
1. Untuk melindungi dari fitnah, menjaga keselamatan dan kehormatan 
“Wanita adalah aurat. Dan sesungguhnya jika wanita keluar dari rumahnya, niscaya setan akan selalu mengawasinya…” 
Wanita merupakan salah satu ranjau setan, maka jika wanita keluar rumah, setan selalu mengawasinya dan ia akan menciptakan fitnah, jika sedikit saja ada celah.

Setan akan berusaha mengalihkan pandangan laki-laki untuk mengarah kepadanya dan setan pula yang membuat wanita itu cantik di mata laki-laki (walaupun sebenarnya penampilannya pas-pasan). Setan pula akan meniupkan pikiran-pikiran negative baik kepada laki-laki maupun perempuan itu sendiri. Jika dengan adanya mahram, maka situasi tidak akan seburuk ini.

Diri pribadi pernah mengalami hal-hal buruk sebelum menikah ketika bepergian sendiri. Entah darimana, selalu ada saja pemuda yang menggoda, bahkan pernah mengganggu. Sungguh mengerikan jika mengingat hal itu. Beruntung Allah masih lindungi aku saat itu.

Pengalaman memang tidak bisa disama ratakan, tapi setidaknya di sini kita menemukan hikmahnya kenapa wanita dilarang bepergian tanpa ada laki-laki mahramn menemani.

Satu hal lagi:
Disyariatkan bepergian dengan adanya mahram adalah demi keamanan, kehormatan harta dan diri. Akan tetapi, jika mahramnya fasik, bahkan diduga akan menggiring kita berbuat dosa, maka berjalan dengan mahram seperti ini tidak dibenarkan.

2. Sejauh mana penghormatan dan kepedulian laki-lakimu untuk dirimu.
Mungkin ini terlalu berlebihan, tapi dari sini kita akan sejauh manakah laki-laki kita peduli dengan kita.

Alhamdulillah, sejak menikah tak pernah keluar rumah tanpa pangeranku, #ehm. Walaupun dengan jarak yang sangat dekat kecuali memang kondisinya sudah tidak memungkinkan lagi.

Ada sebuah kenangan, yang jika kalian membaca diyakinkan akan bikin baper.. :)

Suatu hari, putriku yang di pondok nelpon sambil nangis-nangis. Pasalnya ia kehilangan kartu ATM. Ya, mungkin ia ketakutan, karena mungkin pikirnya kehilangan ATM berarti kehilangan uang.
Pihak pondok, meminta saya untuk memblokirnya supaya tidak disalahgunakan oleh sipengambil, kalau memang ATM itu diambil orang lain.

Aku yang terbawa situasi menegangkan, tanpa pikir panjang telpon suami dan kebetulan suami lagi takziah dan dia mengizinkanku pergi sendiri.
Langsung saja meluncur ke Bank BNI Syariat. Selang beberapa menit, suami menelpon dan menanyakan aku dimana. Kujawab saja, di BNI Syariat yang ada di dalam utama.

Rupanya setelah memberi izin, ada rasa sesal di hatinya. Langsung saja dia meluncur, tapi salah BANK BNI nya. Dia meluncur ke BNI biasa yang tempatnya tak jauh dari rumah. (*maaf ini bukan promosi bank  :) )
“Kukira BNI di situ?”
“Rekeningku kan BNI Syariah, mana bisa di urus di BNI biasa. Memangnya kenapa sih, kalau aku pergi sendiri?  Lagian apa salahnya aku diajari mandiri? Tuh mungkin tak selamanya kau bisa menemaniku?”

Dia jawab apa coba? Dia bilang, “Apa gunanya aku sebagai laki-laki pelindung, kalau istriku kemana-mana sendirian?” ciee, rasanya hati ini melompat tinggi ke awan #Lebay.

Dia juga menambahkan, “Saat ini ada aku, jadi itulah kulakukan. Adapun kelak, kemandirian bisa saja dilakukan, kalau kondisi memang begitu. Anak ayam aja bisa nyari makan sendiri, apalagi manusia yang punya akal dan iman.” #iya juga.

3. Sejauh mana ketaatanmu kepada Allah.
Pernah suatu hari obrol-obrol dengan teman. Setelah mengatahui aku dihantar suami, dia bingung. Ko dihantar suami? Sejujurnya aku lebih bingung, “Ustadzahku ko pergi sendiri?” Ustadzah ga tau ya hukum bepergian seorang wanita? Apalagi kalau melintasi pulau dan lautan?

Tapi, aku hanya bisa mengambil kesimpulan: mungkin inilah hidayah. Seseorang ustadz/ah belum tentu mampu amalkan agama karena memang hidayah di tangan Allah. Sebaliknya, mantan preman kalau memang ada hidayah untuknya, bisa jadi pengamalannya dalam agama lebih kuat.

Aku sendiri, aku bukanlah orang yang taat-taat amat. Tapi aku hanya berusaha untuk taat dan beginilah hidupku mengalir.
Tapi ketaatan ini, bisa kita ambil dari contoh lain. Seorang akhwat, mondok di pondok tahfiz. Jika dia ingin pulang ke rumah, saudara laki-lakinya selalu siap mengantar.

Padahal saudara laki-lakinya tidak begitu paham agama. Istrinya sendiri sering bepergian sendirian. Tapi dia bisa bela-belain ngantar adiknya, walaupun harus tidak kerja sehari atau bahkan dua. Karena perjalanan kurang lebih 3-4 jam, jika terlalu lelah, terpaksa menginap.

Inilah kemudahan untuk akhwat itu. Mungkin karena niatnya untuk taat, selalu saja ada kemudahan untuknya. Padahal kalau-kalau dipikir-pikir, jika dia mau, dia bisa pergi sendiri memakai transportasi umum.

Tapi disitulah, dan ini patut kita tanyakan pada diri kita, sejauh manakah usaha kita untuk menaati Allah.
4.  Melatih kita bersabar dan mengatur waktu dengan cermat
Kadang jengkel juga, saat kita perlu, tapi dia ga bisa. Tapi, di sini kita dilatih menerima kondisi pasangan kita. Pasangan kita bukan Tuhan yang bisa setiap saat. Kita dilatih bersabar, bagaimana bertahan demi satu aturan dalam agama. Kita juga dilatih bagaimana kita bisa mengatur waktu dan agenda tanpa harus melawan arus aturan Allah.

Kesimpulan:
Janganlah bepergian sendirian bila melebihi 48 km. Dan berusahalah tidak  keluar sendiri walaupun hanya 2-4 km tanpa mahram, kecuali dalam hal yang sangat penting dan tetap izinnya pula.

Lalu bagaimana dalam masalah haji.
Ada sebagian ulama berpendapat, dibolehkan seorang berhaji tanpa mahram jika jaraknya tidak melebihI 48 km.  Jika melebihi 48 km atau 3 hari 3 malam (hitungan transportasi jaman dulu), ada yang membolehkan, jika itu haji wajib.

Di sisi lain ada ulama yang berpendapat, ditemani mahram merupakan salah satu rukun wajib haji pada perempuan. Jadi perempuan yang tidak wajib berhaji jika tanpa adanya mahram.

lihat juga BERHIJAB DI RUMAH
Solusi:
Sangat banyak keluhan yang kudengar dengan masalah ini. Suami sibuk? Saudara sibuk? Nanti ga mandiri? Repot? Dan lainya sebagainya. Kalau kita terlalu mengajukan alasan, sampai kapan kita bisa menaati Allah secara kaffah. Sebaiknya carilah solusi, supaya kita bisa mengamalkannya.
Berikut beberapa tips agar kita mengamalkan satu perintah agama ini:
1.      Niat yang kuat.
Jika ada kemauan, pasti ada jalan. Jika tidak ada kemauan, seribu alasan akan kauungkapkan.
Seperti dengan cerita akhwat di atas. Karena ada niat, maka ada kemudahan.
2.      Mungkin tak semua orang seberuntung akhwat di atas. Tapi berusahalah kerjasama dengan suami atau saudara laki-laki. Sampaikan padanya akan kewajiban ini, jika mereka tidak tau. Dan buatlah komitmen untuk selalu mengamalkan agama. Hal ini mungkin mudah bagi suami istri, tapi mungkin beda dengan saudara. Tunjukkan akhlak yang baik pada mereka. Tunjukkan kalau kita memerlukan mereka. Setiap laki-laki memang sudah Allah karuniakan, insting melindungi, kecuali dia memang laki-laki tak bertanggung jawab.

3.      Musyawarah adalah salah satu usaha yang sangat efektif.
Setiap mau keluar rumah, bermusyawarahlah dengan suami atau saudara.
Dengan musyawarah, kita akan mengetahui dimana letak permasalahan dan sama-sama mencari solusi.

Jika ingin ke pasar misalnya, lihatlah di mana ada waktu luang suami atau saudara. Kalau memang waktunya cuma sekali dalam seminggu, berbelanjalah untuk cukup seminggu.

Akan selalu ada jalan, jika kita musyawarah, apalagi sekarang kita bisa beli barang kapan saja. pasar tutup, kita bisa beli ke super atau mini market.

Begitu juga jika ingin bekerja atau sekolah, berusahalah dihantar jemput oleh mahram.  

4.      Berdoa
Doa sungguh-sungguh adalah salah satu pembuktian kita, kalau kita memang ingin taat.
Ngomongnya ingin taat, tapi sekali pun tidak pernah berdoa dalam hal ini, malah ngajukan seribu alasan.

Di sisi lain, ada yang sudah terlanjur dengan kebiasaan seperti itu, sehingga untuk mengamalkan satu hadits ini, seperti mobil yang harus banting setir. Sangat sulit. Maka berdoa, senjata pamungkas. Menangislah di hadapan Allah, istighfar karena kita belum mampu amalkan dan mintalah jalan untuk mengamalkan agama secara kaffah.

Berikut beberapa tips dari cahaya akhwat. Semoga bermanfaat. Niat amal dan sampaikan.
Semoga kita tergolong orang-orang yang mampu amalkan agama secara kaffah. aamiin. 


Cahaya Akhwat - Bagaimana h ukum wanita bepergian tanpa mahram? Bagaimana hukum wanita safar tanpa mahram? Bagaimana hukum wanita kelu...
El Nurien
Cahaya Akhwat

PENTINGNYA MENANAMKAN KEYAKINAN IMAN KEPADA ANAK SEJAK DINI


Sangat penting menanamkan keyakinan iman kepada anak sejak dini. Karena kekuatan dan kecerdasan spiritual yang akan menentukan bahagia tidaknya di masa depan mereka.

Orang tua boleh menginginkan anak-anaknya sukses dalam segi prestasi, akademik, financial  dan sosial, akan tetapi jika tanpa adanya iman, maka anak-anak tersebut belum mendapatkan kebahagiaan yang hakiki. Kehidupan akan terasa sempit menghimpit, ia tak mempunyai kekuatan spiritual untuk menghalau setiap cobaan yang menerpanya. Boleh jadi ia mempunyai kecerdasan dalam mengatasi masalahnya, tapi jika tanpa memiliki kesadaran bahwa segala sesuatu dari Allah, maka kondisi ini bisa melahirkan sifat sombong dan terpaling dari kebenaran yang datang dari Allah/agama. Karena inilah sering terlahir generasi-generasi hamba kecantikan, hamba teknologi, hamba sains, hamba seni dan berbagai penghambaan, yang segala sesuatu tidak ia sandarkan kepada Allah.

Sukses dalam prestasi, akademik, financial dan sosial akan lebih sempurna jika disertai keimanan yang kuat dan ketaatan pada agama. Bahkan dengan adanya kekuatan spiritual, prestasi, akademik, financial dan sosial akan semakin melejit tinggi.
Sebaliknya, jika Allah berkehendak rezekinya dalam kondisi penuh keterbatasan, tetapi jika spritualnya kuat, maka itu lebih dari cukup. Dengan iman dan agama, ia akan bahagia. Dengan iman dan agama ia akan selalu bersyukur, bersabar jika musibah menghadang dan selalu tawakkal dalam setiap melangkah.

Yang sangat buruk, jika dalam rezeki serba kekurangan, iman dan agama pun  lebih kekurangan lagi, maka dapatkan dipastikan hidupnya akan sengsara. Sempit menghimpit.

Penanaman keyakinan kepada anak dapat dilakukan dengan dialog ringan. Misalnya: ketika anak meminta sesuatu, katakan “Nak, mintalah kepada Allah karena hanya Allah yang bisa memberi. Ayah dan ibu tidak bisa berbuat apa-apa tanpa izin Allah. Allah yang memberi, ayah dan ibu hanyalah mengantar.”
Atau dengan pernyataan yang ringan, “Sudah doa belum?”  Atau ketika anak mendapatkan sesuatu, katakan, “Siapa yang kasih?” biasakan ia mengucapkan Allah. Jika dia mengucapkan “Allah”, sahut dengan Alhamdulillah. Biasakan mereka mengucapkan Alhamdulillah, setiap kali mendapatkan nikmat.
Segala sesuatu yang menyenangkan, baik yang ia lihat, ia dengar, ia rasakan, selalu ingatkan kepada Allah.

Biasakan juga selalu diingatkan Allah, ketika mendapatkan kondisi yang tidak menyenangkan, agar ia membiasakan diri untuk bersabar.
Berikut sebuah cerita ibu teladan yang sangat menginspirasi. Semoga kita dapat mengikuti jejak mereka.

Seorang ibu telah berkomitmen mendidik keyakinan yang tinggi kepada putranya. Jika anaknya meminta sesuatu, maka ibunya selalu menjawab mintalah kepada Allah dan shalat. Begitu juga jika anaknya ingin makan, ibunya akan menyuruh shalat, mintalah kepada Allah.
Saat anaknya shalat, maka sang ibu secara diam-diam menyiapkan makanan dan meletakkannya dalam lemari. Dan sang anakpun sudah terbiasa, setiap shalat akan mencari makanan di lemari tersebut.
Suatu hari, sang ibu mempunyai keperluan keluar rumah, dan lupa menyiapkan makanan dalam lemari. Sebentar lagi anaknya akan pulang dari sekolah, sedangkan sang ibu masih dalam perjalanan.
Sepanjang jalan sang ibu menangis dan berdoa, “Ya Allah, jangan rusakkan keyakinan anakku.”
Sesampai di rumah, sang ibu bertanya kepada anaknya, “sudah makan?”
“Sudah,” jawab anaknya. Sang ibu terhenyak. Siapa yang menyiapkan makanan? Sedangkan di rumah tak ada siapa-siapa.
Sang anak berkata lagi,  “Oh ya bu, kali ini makanannya saaangat enak.”*

*cerita ini biasanya sering didengar dalam mudzakarah tarbiatul aulad. Namun, siapa ibu dan anak itu, tidak pernah disebutkan, kecuali sewaktu kami di Bangladesh, ada yang mengatakan “dia adalah Ibnu Qa’qa. Yang kelak anak tersebut menjadi ‘ulama besar pada masanya.” Allahu a’lam  


Sangat penting menanamkan keyakinan iman kepada anak sejak dini. Karena kekuatan dan kecerdasan spiritual yang akan menentukan bahagia tidak...
El Nurien
Cahaya Akhwat

YA AKHWAT, JANGAN LUPAKAN PENGORBANAN SUAMIMU

YA AKHWAT, JANGAN LUPAKAN PENGORBANAN SUAMIMU

Assalamualaikum Wr. Wb

Saat ini banyak sekali berita atau pun quote tentang pengorbanan seorang wanita yang berperan sebagai ibu rumah tangga beredar di dunia maya.

Pengorbanan yang tak akan pernah sejajar dengan pengorbanan seorang laki-laki. Lantas dengan segala pengorbanan yang kita lakukan membuat kita merasa seseorang yang paling hebat dalam menjalankan rumah tangga?

Benarkah demikian?

Kalau iya, mengapa terdapat sebuah hadits sebagai berikut?

”Sekiranya aku memerintahkan seseorang bersujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan wanita bersujud kepada suaminya, karena haknya yang sangat besar kepada isterinya.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban).

Apakah hal ini menunjukkan sebuah ego kaum laki-laki?

Tentu tidak, bukan?

Karena memang seorang wanita yang telah menikah adalah hak penuh dari suaminya.

Pernahkah terpikir bagaimana kesulitan yang ditemui seorang suami demi memenuhi kebutuhan keluarganya?

YA AKHWAT, JANGAN LUPAKAN PENGORBANAN SUAMIMU


Bagaimana dengan kondisi ekonomi  yang saat ini semakin mahal? Jika kita sebagai istri merasa pusing mengatur keuangan keluarga, bagaimana dengan kondisi suami yang harus mencari dan menjemput rizki tersebut?

Memang pengorbanan wanita sebagai ibu rumah tangga tidak dapat dipungkiri, tetapi bukan berarti kita melupakan pengorbanan suami yang harus memeras peluh dari pagi hari hingga petang bahkan tengah malam. Karena kita sebagai istri pun memiliki tanggung jawab dalam menjalankan perannya. 

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban dari apa yang dipimpinnya. Seorang Imam (pimpinan) adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggung jawaban dari apa yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin di keluarganya dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atasapa yang dipimpinnya. Seorang khadim (pembantu) adalah pemimpin pada harta tuannya (majikannya), dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.” (Bukhari dan Muslim)

Eksis di media sosial memang memiliki resiko yang besar. Kita harus bisa menyaring semua informasi yang datang. Jangan kita terlena dan melupakan dunia nyata. Suami adalah sesuatu yang nyata, bahkan mungkin saja dengan rizki yang ia berikan kita dapat menikmati dunia maya.
Ingatlah bahwa jodoh yang Allah berikan itu adalah cerminan diri kita. Jangan pernah mengecewakannya, dan berhentilah selalu memandang tinggi ke atas dan larut dengan gaya hidup yang tidak sesuai.
YA AKHWAT, JANGAN LUPAKAN PENGORBANAN SUAMIMU

Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ahmad, bahwasanya seorang wanita datang kepada Rasulullah untuk suatu urusan, lalu Rasulullah bertanya, “Apakah kamu punya suami? Wanita itu menjawab,”Ya”. Rasulullah berkata,”Perhatikan di mana posisimu terhadap suami. Sebab pada suami itu ada surgamu dan nerakamu.”(HR. Ahmad)

Penting untuk diingat. Membaca pengorbanan istri setiap hari di media sosial beresiko membuat kita lupa akan rasa syukur bahkan bisa membuat kita melupakan pengorbanan yang telah dilakukan oleh suami kita. Naudzubillaah.

”Aku melihat neraka dan kebanyakan penghuninya adalah wanita.” Mereka bertanya, ”Mengapa wahai Rasulullah?” Rasulullah saw menjawab, ”Mereka banyak mengutuk dan mengingkari kebaikan suami.” (HR Bukhari dan Muslim) 

Assalamualaikum Wr. Wb Saat ini banyak sekali berita atau pun quote tentang pengorbanan seorang wanita yang berperan sebagai ibu rumah tangg...
ahliah citra
Cahaya Akhwat

MENGULAS KEMBALI TENTANG HUKUM HALAL DALAM ISLAM (bagian 1)

MENGULAS KEMBALI TENTANG HUKUM HALAL DALAM ISLAM (bagian 1)

Assalamualaikum Wr. Wb
Postingan ini berisi materi mendasar bagi umat Islam. Kembali saya tulis untuk mengingatkan diri sendiri. Karena perkembangan zaman saat ini menuntut kita untuk semakin waspada. Memberikan filter bagi diri kita sendiri dan juga keluarga.
Yuk mari, kita ulas kembali hukum mendasar ini. Yang pertama adalah HALAL.

~ Halal
Menurut bahasa yang dilihat berdasar KBBI
halal /ha·lal / 1 a diizinkan (tidak dilarang oleh syarak): makanan ini --; 2 a (yang diperoleh atau diperbuat dengan) sah: uang --; 3 ark nizin; ampun: menyembah minta -- akan segala pengajarannya;

Dalam ajaran Islam, kata halal mengandung arti ''dibolehkan'' atau diizinkan. Kita sering menggunakan kata halal biasa untuk makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi sesuai aturan yang telah ditetapkan. 

Tetapi, jika ditinjau dalam artian yang lebih luas, istilah halal ini merujuk kepada segala sesuatu yang diizinkan atau diperbolehkan menurut hukum Islam, termasuk dalam aktivitas,  cara berpakaian, tingkah laku, proses mendapatkan rezeki dan lain sebagainya.
MENGULAS KEMBALI TENTANG HUKUM HALAL DALAM ISLAM (bagian 1)

~ Halal yang dikonsumsi 

Kita harus memerhatikan yang masuk dalam perut kita sesuai dengan perintah dan seruan Allah SWT agar mengkonsumsi yang baik dan juga  halal. Terdapat dalam Surah Al Baqarah 168


يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ



Hal ini terdapat juga dalam hadist.

“Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan di antara keduanya ada hal-hal yang musytabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barangsiapa hati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya.” (HR Muslim)

Kategori yang harus diperhatikan sebagai berikut:

Makanan yang masuk ke dalam perut kita tidak boleh termasuk dalam kategori  najis dan bangkai.
Jangan sekali-kali kita konsumsi makanan atau minuman yang jelas-jelas telah dinyatakan oleh Allah SWT   adalah haram, seperti, darah yang mengalir, babi, dan bangkai (kecuali ikan dan belalang) untuk dimakan oleh manusia, karena hal itu termasuk najis.
Hal ini sebagaimana yang ditegaskan Allah swt dalam Al Qur’an.

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: ‘Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi karena semua itu najis, atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.“(QS Al An’am: 145)

Untuk itu pentinglah seorang istri  selalu mengingatkan pada suami akan pentingnya masalah ini. Begitu  pula jika kita berbelanja bahan makanan yang kita masak untuk keluarga.

Assalamualaikum Wr. Wb Postingan ini berisi materi mendasar bagi umat Islam. Kembali saya tulis untuk mengingatkan diri sendiri. Karena perk...
ahliah citra
Cahaya Akhwat

MENGENAL & MENGULAS KEMBALI HUKUM-HUKUM DALAM AGAMA ISLAM

MENGENAL & MENGULAS KEMBALI HUKUM-HUKUM DALAM AGAMA ISLAM

Assalamualaikum Wr. Wb.
Sudah berapa lama kita mengenal Islam? Sungguh beruntung diri yang mengenal Islam sejak dalam kandungan. Tetapi, tidak ada salahnya kita kembali mengulas apa saja peraturan yang berada dalam agama kita. Semakin diulang, tentunya kita akan semakin paham dan semakin mantab untuk menjalankan kehidupan di dunia ini sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan Allah SWT.

Hukum Islam berlaku bagi semua orang yang sudah menginjak usia baligh, memiliki akal sehat dan telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Biasanya usia baligh bagi perempuan dimulai dari  9 atau 10  tahun yang ditandai dengan haidh dan mimpi basah bagi anak laki-laki.

Secara garis besar hukum Islam yang wajib diketahui dan dijadikan pedoman hidup kita adalah:

1. Wajib. 
Wajib adalah perbuatan yang harus  dikerjakan dan tidak boleh ditinggalkan. Jika kita kerjakan, kita akan mendapatkan pahala dan jika kita tinggalkan, kita akan mendapatkan dosa.

Contoh kewajiban dalam Islam  adalah salat lima waktu, puasa di bulan ramadhan, dan Zakat. Kewajiban ini tidak boleh ditinggalkan sama sekali bagi umat Islam. Jika laki-laki shalat lima waktu berjamaah di masjid, sedangkan untuk perempuan shalat di dalam rumah.

2. Sunnah.
Sunnah adalah perbuatan yang dituntut untuk dikerjakan tetapi tidak sampai ke tingkatan wajib atau perbuatan yang bila dikerjakan akan mendapatkan pahala, jika ditinggalkan tidak berdosa.
Contoh yang ibadah sunnah ialah  shalat yang dikerjakan sebelum/sesudah shalat lima waktu.

3. Haram.
Haram adalah perbuatan yang jika dikerjakan pasti mendapatkan dosa dan jika ditinggalkan  mendapatkan pahala.
Contohnya adalah mencuri, berzina, berghibah sebagainya.

4. Makruh.
Makruh adalah perbuatan yang lebih baik  ditinggalkan dari pada dikerjakan.
Makruh contohnya adalah memakai sutra atau cincin emas bagi laki-laki sedang dibolehkan bagi perempuan. Membersihkan diri setelah buang air besar atau kecil menggunakan tangan kanan, bernapas pada saat minum.

5. Mubah.
Mubah adalah perbuatan yang diperbolehkan oleh agama baik untuk dikerjakan atau ditinggalkan.

Seperti makan, minum yang tidak berlebihan dan lain sebagainya.

Ini adalah hukum-hukum dasar dalam agama Islam yang wajib kita ketahui, jangan sampai kita tertukar-tukar dalam menjalankannya. Terutama bagi seorang wanita yang menjadi pendidik bagi anak-anaknya. Mengenalkan dan juga menanamkan perihal perbuatan-perbuatan berdasarkan hukum Islam lebih baik dari usia dini agar anak akan terbiasa melaksanakannya hingga dewasa nanti.

Wassalamualaikum Wr. Wb.
[dari berbagai sumber]

Assalamualaikum Wr. Wb. Sudah berapa lama kita mengenal Islam? Sungguh beruntung diri yang mengenal Islam sejak dalam kandungan. Tetapi, tid...
ahliah citra
Cahaya Akhwat

AKHWAT DENGAN ROBBNYA


Yang membedakan akhwat sejati dengan akhwat-akwat lainnya adalah imannya yang mendalam kepada Robbnya. Apa pun peristiwa yang telah terjadi atau sedang dialaminya, ia sadar bahwa semuanya itu dari Allah. Robb yang selalu memegang jiwanya. Allah tidak akan menyia-nyiakannya.
Contoh ini telah dibuktikan oleh Hajar yang akan ditinggalkan Ibrahim di negeri tandus dan saat itu tak ada satu orang pun di sana. ketika dia bertanya, “Allah kah yang menyuruh engkau berbuat seperti ini, wahai Ibrahim?”
“Benar,” jawab Ibrahim.
“Kalau begitu, Dia tidak akan menyia-nyiakan kami,” jawab Hajar dengan penuh keredaan dan disertai keyakinan akan datangnya pertolongan dari Allah.

Ia sadar, apa yang telah Allah tetapkan itulah yang terbaik buatnya. Apapun yang keburukan menimpanya itu juga dari Allah, yang juga mungkin berasal dari dirinya. Dia segera beristghfar, introspiksi diri dan mengevaluasi sesuai dengan aturan Allah. Tak ingin sedikitpun kakinya bergeser dari agama Allah, karena ia sadar reda Allah adalah segala-galanya yang harus dimilikinya. Ia sadar tanpa reda Allah, hidupnya akan berantakan dan semakin tersesat.

Kejujuran gadis pemerah susu di jaman Umar adalah sosok yang harus dicontoh. Ibunya menyuruhnya mencampur susu dengan air. Tapi ia menjawab ibunya, “Wahai Ibu, apakah ibu tidak keputusan yang diambil Amirul Mukminin pada hari ini?”
Ibunya bertanya, “Keputusan apakah itu, wahai putriku?”

“Dia memerintahkan seseorang untuk mengumumkan, bahwa susu tidak boleh dicampur dengan air.”
“Wahai putriku, ambil saja susu itu dan campur dengan air. Toh saat ini kamu berada di tempat yang tidak diketahui Amirul Mukminin,” kata sang ibu.
“Aku sama sekali tidak akan menaatinya saat ramai dan mendurhakainya saat sepi.” Jawab putrinya dengan tegas.

Putrinya sadar, Umar memang tidak melihatnya, tapi Robbnya Umar – yang juga Robbnya, selalu melihatnya dimanapun dia berada.
Iman yang dalam akan mencerminkan kebersihan jiwa dan akhlak. Kepribadian yang matang, kesadaran yang kuat dan punya tujuan hidup yang jelas.

Reda Robbnya adalah segala-segalanya. Ia tidak akan melakukan suatu pekerjaan – walaupun itu kecil, kecuali selalu bertanya, “Apakah ini dibolehkan oleh Robbku.”
Setiap hal-hal yang tidak menyenangkan, ia lalui dengan sabar. Sebaliknya, setiap nikmat yang dikenyam, selalu ia lalui dengan penuh kesyukuran, walupun dari hal-hal yang sepele.
Jiwanya selalu memandang masa depan. Masa depan yang sesungguhnya.

“Maka apakah kalian mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara main-main? Dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada kami?” (Al-Mukminun : 115)
Bahan bacaan: Jatidiri Wanita Muslimah karya Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimy










Yang membedakan akhwat sejati dengan akhwat-akwat lainnya adalah imannya yang mendalam kepada Robbnya. Apa pun peristiwa yang telah terjadi ...
El Nurien