Yang membedakan akhwat sejati dengan akhwat-akwat lainnya adalah imannya yang mendalam kepada Robbnya. Apa pun peristiwa yang telah terjadi atau sedang dialaminya, ia sadar bahwa semuanya itu dari Allah. Robb yang selalu memegang jiwanya. Allah tidak akan menyia-nyiakannya.
Contoh ini telah dibuktikan oleh Hajar yang akan ditinggalkan Ibrahim di negeri tandus dan saat itu tak ada satu orang pun di sana. ketika dia bertanya, “Allah kah yang menyuruh engkau berbuat seperti ini, wahai Ibrahim?”
“Benar,” jawab Ibrahim.
“Kalau begitu, Dia tidak akan menyia-nyiakan kami,” jawab Hajar dengan penuh keredaan dan disertai keyakinan akan datangnya pertolongan dari Allah.
Ia sadar, apa yang telah Allah tetapkan itulah yang terbaik buatnya. Apapun yang keburukan menimpanya itu juga dari Allah, yang juga mungkin berasal dari dirinya. Dia segera beristghfar, introspiksi diri dan mengevaluasi sesuai dengan aturan Allah. Tak ingin sedikitpun kakinya bergeser dari agama Allah, karena ia sadar reda Allah adalah segala-galanya yang harus dimilikinya. Ia sadar tanpa reda Allah, hidupnya akan berantakan dan semakin tersesat.
Kejujuran gadis pemerah susu di jaman Umar adalah sosok yang harus dicontoh. Ibunya menyuruhnya mencampur susu dengan air. Tapi ia menjawab ibunya, “Wahai Ibu, apakah ibu tidak keputusan yang diambil Amirul Mukminin pada hari ini?”
Ibunya bertanya, “Keputusan apakah itu, wahai putriku?”
“Dia memerintahkan seseorang untuk mengumumkan, bahwa susu tidak boleh dicampur dengan air.”
“Wahai putriku, ambil saja susu itu dan campur dengan air. Toh saat ini kamu berada di tempat yang tidak diketahui Amirul Mukminin,” kata sang ibu.
“Aku sama sekali tidak akan menaatinya saat ramai dan mendurhakainya saat sepi.” Jawab putrinya dengan tegas.
Putrinya sadar, Umar memang tidak melihatnya, tapi Robbnya Umar – yang juga Robbnya, selalu melihatnya dimanapun dia berada.
Iman yang dalam akan mencerminkan kebersihan jiwa dan akhlak. Kepribadian yang matang, kesadaran yang kuat dan punya tujuan hidup yang jelas.
Reda Robbnya adalah segala-segalanya. Ia tidak akan melakukan suatu pekerjaan – walaupun itu kecil, kecuali selalu bertanya, “Apakah ini dibolehkan oleh Robbku.”
Setiap hal-hal yang tidak menyenangkan, ia lalui dengan sabar. Sebaliknya, setiap nikmat yang dikenyam, selalu ia lalui dengan penuh kesyukuran, walupun dari hal-hal yang sepele.
Jiwanya selalu memandang masa depan. Masa depan yang sesungguhnya.
“Maka apakah kalian mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian secara main-main? Dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada kami?” (Al-Mukminun : 115)
Bahan bacaan: Jatidiri Wanita Muslimah karya Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimy
Tidak ada komentar