Menu
Cahaya Akhwat

Mentaati Allah, walaupun sulit.


“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Al-Ahzab : 36)
Ayat ini berkenaan dengan pernikahan Zainab bin Jahasyi dengan Zain bin Haritsah.
Rasulullah melamarkan Zainab untuk Haritsah. Disangkanya Rasulullah meminangnya untuk diri Rasulullah, ternyata untuk Zaid bin Haritsah, budak Rasulullah. Sedangkan Zainab, keturunan mulia dari kaum Quraisy.
Maka, Zainab enggan setelah mengetahui hal itu. Dalam riwayat lain pun dikatakan bahwa saudara Zainab pun tidak setuju.
Atas hal ini turunlah ayat di atas yang mengingatkannya, bahwa tidak pantas seorang mu’min menentang Rasulullah.
“Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”
Jika kita mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka kita tersesat. Sesat yang benar-benar nyata. Jika mengambil pilihan dalam kesesatan, itu artinya kita telah mengambil jalan yang salah dan membinasakan. 
Suatu hari, seorang ibu bercerita dengan kemenakannya. Yang mana dia melarang kemanakannya mengikutinya suami, dengan alasan menemani orang tuanya.
Hal itu sempat memancing emosi saya. Bagaimana tidak? Seorang perempuan yang lebih berhak atas dirinya adalah suaminya. Maksud di sini bukan berarti mengabaikan orang tuanya. Adapun jika ada permasalahan-permasalahan yang saling bertentangan, maka kita harus selesaikan dengan musyawarah, dengan catatan: tidak mendurhakai Allah.
Misalnya, seorang istri mempunyai orang tua lansia, sedangkan ia mempunyai suami, yang suaminya bekerja di tempat yang jauh, dan suaminya tak bisa pindah dari tempat kerjanya. Maka, hal seperti ini harus dimusyawarahkan, tanpa harus mengabaikan salah satunya.

Lihat artikel ini Setelah menikah, benarkan surga tak lagi di telapak kaki ibu.
Jika, solusi permasalahan, harus memilih salah satunya, maka jalan harus yang dipilih adalah jalan yang tidak bertentangan dengan hukum Allah.

Kembali ke cerita Zainab. Singkat cerita, walaupun dengan berat hati, tetap menikahlah Zainab dengan Zaid.
Hikmah di balik cerita ini. Ternyata, pernikahan itu pun tak bisa dipertahankan. Bukan karena kesombongan Zainab atas keturunan, tapi memang, terlalu banyak perbedaan merintang diantara mereka.
Diceraikanlah Zainab oleh Zaid. Setelah habis masa iddah, maka Rasulullah – atas wahyu dari Allah – meminang Zainab. Indikasi dari perkawinan Rasulullah dengan Zainab adalah untuk menghilang anggapan saat itu bahwa anak angkat sama dengan anak kandung, maka bekas istri anak angkat pun tidak boleh dinikahi. Dan itu dihapuskan oleh Islam.
Selain itu, ada penghargaan yang begitu luar biasa kepada Zainab, yaitu Allah yang menjadi walinya. Allah langsung yang menikahkan Rasulullah dengan Zainab.
Inilah beberapa hikmah, yang didapatkan beberapa masa kemudian, setelah harus melewati masa sulit, yaitu menikahi seseorang yang tidak di cintai.
Begitulah juga kehidupan kita. Adakalanya pilihan itu sulit, namun jika hanya itu harus dipilih, karena ingin tetap mentaati Allah, insya Allah, beberapa kemudian kita akan mendapatkan hikmah yang luar bisa.
Sebaliknya, jika kita mengambil pilihan yang mendurhakai Allah, kita akan tersesat, dan besar kemungkinan kita semakin terjerumus dalam berbagai kesulitan.

Bila satu kedurhakaan kita lakukan, maka besar kemungkinan kita akan melakukan kedurhakaan lain. Dan kita semakin terpuruk dalam berbagai kesulitan.
Begitu juga dengan pilihan di atas; misalnya dengan memilih orang tua. beberapa hal kemungkinan yang bisa mengcengkram dalam rumah tangga.
Contohnya; Keharmonisan. Ini sangat berpengaruh dalam keharmonisan. Kelelehan karena bekerja, mengurus diri sendiri, belum lagi kebutuhan biologis yang terpenuhi. Semua ini sangat berpengaruh pada psikis suami. Dan hal ini kadang, mudah terjerumus dalam perselingkuhan. Belum lagi dari pihak keluarga suami, terutama ibu suaminya. Ibu mana pun, tentu sangat sedih, jika anaknya menikah, namun masih seperti orang bujangan, belum lagi jika merepotkan ibu tersebut.
Walaupun, kita berharap itu tidak akan terjadi, namun begitulah indikasi negative jika kita melakukan perkara yang bertentangan dengan hukum Allah. Di misalkan, di anjurkan mengkonsumsi suatu makanan, karena itu sangat dibutuhkan untuk kesehatan jasmani. Sedangkan kita justru mengkonsumsi makanan pantangan, lalu apa yang akan terjadi kemudian? Walaupun kita berharap itu tidak terjadi, tetapi kita tetap harus memikirkannya, agar keburukan itu tidak menimpa.
Begitulah agama. Pilihan yang sesuai itu kadang sangat sulit, tetapi jika kita terus mentaatinya. Walaupun memerlukan kesabaran yang ekstra, suatu saat kita akan merasakan hikmahnya. Sebaliknya, jika mengambil pilihan yang bertentangan dengan agama, maka kita telah melakukan kesalahan dan membuka peluang akan melakukan kesalahan-kesalahan lainnya, sehingga kita semakin ditimpa kesusahan.



Tidak ada komentar