Di dalam berita, entah artikel atau video memuat tentang bencana, sering kita temui komentar, "ini azab" atau kalimat lain yang serupa.
Semudah itu mereka bilang azab? Lalu kalimat itu ditujukan kepada siapa? Kepada dirinya sendiri atau orang lain? Jika untuk dirinya sendiri, cukup simpan dalam hati, lalu renungkan baik-baik. Jika itu untuk orang lain, apakah pantas untuk diucapkan?
Siapa kita, hingga berani memvonis itu azab?
Fir'aun la'natullah alaihi, manusia yang berani mengaku tuhan, ketika tubuhnya diabadikan, bukan untuk dicerca tapi untuk dijadikan pelajaran.
___"Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu agar engkau dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu, tetapi kebanyakan manusia tidak mengindahkan tanda-tanda (kekuasaan) Kami." (QS. Yunus: 92)
Kita tidak bisa memvonis azab dari besarnya bencana, banyaknya korban, dan kerugian yang diderita. Bahkan azab itu bisa berupa kesenangan yang membuai atau kesibukan yang mencekik.
___"Maka janganlah harta dan anak-anak mereka membuatmu kagum. Sesungguhnya maksud Allah dengan itu adalah untuk menyiksa mereka dalam kehidupan dunia dan kelak akan mati dalam keadaan kafir." (QS. At-Taubah :55)
Harta yang melimpah, prestasi yang memukau, jabatan yang menjanjikan, anak-anak cantik dan cerdas, income terus mengalir dan berbagai kenikmatan yang membuat orang-orang iri. Padahal, mungkin saja azab memegang kendali di belakangnya, tanpa kita ketahui.
Pikiran dan raga mereka disibukkan mengurus harta, jabatan dan anak-anak. Permasalahan demi permasalahan muncul bertubi-tubi, entah internal atau eksternal, membuat mereka semakin merasa tercekik. Ditambah lagi sifat tidak pernah puas, ketakutan kehilangan, tuntutan kebutuhan dan gaya hidup semakin tinggi, membuat mereka semakin terseret, sulit untuk kembali, lalu tiba-tiba kematian menjemput tanpa sempat bertaubat.
Sebaliknya, musibah atau bencana bisa jadi bentuk kasih sayang Allah. Dengan bencana itu, Allah ingin mengingatkan, kaffarah dosa atau menaikkan derajat seseorang atau suatu kaum.
Kadang, semakin tinggi ketakwaan seseorang, peringatan datang semakin cepat dan semakin besar.
Pernah lihat status _semoga tidak salah_, almarhum syeikh Ali Jaber bercerita bahwa, biasanya beliau membiasakan tilawah 3 juzz tiap pagi. Tetapi pada hari penusukan, kebetulan pagi itu beliau tilawah tidak lengkap 3 juzz.
Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu Anha terkena fitnah besar_kalau mau mencari kambing hitam_ saat itu beliau hanya lupa minta izin pada suaminya, keluar dari sekedupnya untuk buang hajat.
Padahal dalam keseharian kita mungkin setiap hari keluar rumah tanpa minta izin pada suami dan tidak terjadi apa-apa.
Nabi Yunus 'alaihis salam harus mendekam di perut paus karena tak mampu lagi menahan kesabaran atas perlakuan kaumnya.
Semakin tinggi derajat seseorang di sisi Allah, semakin cepat dan besar peringatan yang datang. Karena, pada diri mereka tertumpu harapan dan tanggung jawab yang besar.
__"Wahai istri-istri Nabi! Barang siapa di antara kamu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya azabnya akan dilipat-gandakan DUA KALI LIPAT kepadanya. Dan yang demikian itu, mudah bagi Allah." (QS. Al-Ahzab: 30)
Sebagai catatan, musibah berupa sebuah peringatan atau dengan tujuan positif lainnya pada seseorang atau individu hanyalah menimpa pelakunya saja, tidak merugikan orang lain, kecuali ada maksud tujuan tertentu, seperti kasus Ummul mukminin untuk menguji sejauh mana kepercayaan kaum muslimin saat itu.
Lalu bagaimana mengenali suatu bencana itu azab? Kapan munculnya? Hanya Allah yang tahu secara detailnya.
Jika kita menengok kepada sejarah yang diceritakan Al-Qur'an, kita akan menemukan beberapa petunjuk penyebab turunnya azab. Fir'aun karena kejaliman, sombong sampai mengaku tuhan. Qarun, si kaya raya yang sombong dan tidak tahu terima kasih, tenggelam ke bumi beserta hartanya. Kaum Syuaib diazab dengan gempa karena kebiasaan curang dalam perdagangan. Kaum Luth ditimpa hujan batu karena perbuatan amoral.
Dua perbuatan yang juga mendatangkan murka Allah, yaitu kebiasaan riba dan jalim terhadap orang beriman.
___"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya…"(QS. Al-Baqarah: 278-279)
___"Allah pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman)..." (QS.Al-Baqarah:257)
Namun jika dikaji lebih dalam lagi, perbuatan-perbuatan buruk tersebut tidak serta merta Allah turunkan azab. Azab turun setelah terjadi karena dua hal.
_ PERTAMA
JIKA masyarakat mengabaikan seruan #da'i, menentang, bahkan berani menantang.
___"Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka...."(QS. At-Anfal: 33)
Secara harfiah, di ayat ini memang ditujukan kepada Rasulullah. Azab tidak akan turun selama ada Rasulullah. Tetapi Rasul diutus dengan tujuan menyampaikan risalah agama.
Jadi secara tersirat, azab akan turun bila kaumnya mengabaikan, menentang bahkan menjalimi da'i hanya karena dia menyampaikan kebenaran atau risalah agama.
__"Mereka mendustakannya (Syuaib), maka mereka ditimpa gempa yang dahsyat, lalu jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat-tempat tinggal mereka." (QS. Al-Ankabut : 37)
___"Maka tidak ada jawaban kaumnya (Ibrahim), selain mengatakan, 'Bunuhlah atau bakarlah dia,' …" (QS Al-Ankabut : 24)
Jadi berhati-hatilah terhadap seseorang yang mengajak kepada ajaran agama! Berhati-hatilah kepada seseorang yang meski hanya mengajakmu shalat.
Dalam tubuh, da'i seperti tulang punggung bagi umat. Sebagai tubuh, badan tidak bisa berdiri tegak tanpa adanya da'i. Begitu juga umat, agama tidak dapat berdiri tegak, tidak berdaya tanpa adanya seorang da'i.
Dari sini kita memahami, mengapa da'i betapa pentingnya di sisi Allah. Di sisi lain, musuh-musuh Islami, bahkan pemerintahan di negeri sendiri mengincar da'i dan ulama. Jika da'i roboh, jangan harap Islam dapat berdiri tegak.
_KEDUA
Jika da'i melupakan tugasnya dan masyarakat awam sudah tidak mau saling mengingatkan.
___"Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa." (QS. Al-An'am : 44)
Saat itu manusia sudah tidak peduli masalah agama bahkan moral orang lain, mengingatkan disebut ikut campur, tidak peduli lagi dengan kemaslahatan orang lain, kenyang sendiri, sibuk menyusun mimpi dan rencana, sibuk urusan duniawi, lalu sekonyong-konyong datang musibah menghancurkan segalanya. Dapat dibayangkan bagaimana rasanya, kehilangan di saat harapan membumbung tinggi. Terpuruk. Ditambah lagi, akses bantuan seperti tertutup. Situasi seperti ini yang disinggung di ujung ayat, "terdiam putus asa."
Musibah yang dialami Kalimantan, masih jauh lebih baik, karena orang-orang masih peduli dan akses-akses bantuan masih terbuka.
Semoga Allah melindungi kita dari pedihnya azab.
Mungkin muncul pertanyaan, 'mengapa sedikit-sedikit selalu disangkutpautkan dengan azab? Bukankah bencana itu akibat olah tangan manusia? Pengerukan tambah, penggundulan hutan, buang sampah sembarangan, tata kota yang serampangan, dan bermacam penyebab lainnya.
Di sisi lain ada pula yang berpendapat, bencana itu suatu hal mesti terjadi dan tidak bisa dihindari karena bumi ini sudah tua, ada atau tidaknya olah buruk manusia.
Semuanya tidak salah, tapi bukan berarti sepenuhnya benar.
Kerapuhan bumi ini dan akibat olah buruk manusia dapat ditopang dengan takwa.
___"Dan sekiranya penduduk negeri BERIMAN dan BERTAKWA, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka BERKAH dari langit dan bumi, ...
Sayangnya kebanyakan manusia membelakangi ajaran agama, lebih buruknya tertawa dalam kemaksiatan. Tidak berimbang dengan mereka yang masih berusaha berpegang teguh pada agama. Sehingga hasilnya, imbas, atau akibat diserahkan tergantung perbuatan manusia. Allah berlepas diri.
__… tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah MEREKA KERJAKAN." (QS. Al-A'raf: 96)
Mungkin ada yang berpaham, bukankah penggalan ayat itu untuk orang kafir. Tak sepenuhnya salah. Akan tetapi, orang yang tak peduli halal haram, tak peduli bahwa ada balasan setiap perbuatan, bukankah itu termasuk mendustakan janji-janji agama?
Seandainya mereka peduli dengan hisab di akhirat, mereka tidak akan mengeruk bumi dengan rakusnya, padahal tahu semua itu akan berdampak buruk untuk orang banyak.
Lalu setelah semua terjadi, apakah kita hanya berdiam dan menyalahkan mereka?
Ada beberapa yang harus kita lakukan.
Pertama: memohon ampun. Sesuai di ujung dari ayat di atas. .
___".... Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan." (Qs. Al-Anfal: 33)
Mungkin terbersit, bukankah yang harus beristighfar itu mereka-mereka yang berbuat kerusakan?
Saya pertegas, dapatkah kita mengharapkan ucapan Istighfar kepada mereka yang terlena? Yang tidak peduli tindakannya akan merugikan orang lain. Jangankan beristighfar, merasa bersalah pun tidak.
Maka istighfar kita lah yang mengimbangi untuk kelangsungan kehidupan di bumi. Memohon ampun atas segala kesalahan kita dan kesalahan kaum muslimin lainnya.
___"Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu." (QS. Muhammad: 49)
Selain itu, tidak ada manusia yang terlepas dari kesalahan dan dosa.
Kedua: dakwah ilallah atau dakwah kepada Allah. Bukan kepada manhaz atau golongan tertentu, meski berpayungkan Islam.
Dakwah ilallah, salah satu cara sangat ampuh untuk mencegah kebatilan. Misalnya, ketika kita mengajak shalat, secara langsung kita mengalihkan perhatiannya kepada kemaksiatan. Lebih ampuh daripada langsung membombardir tempat-tempat kemaksiatan.
Catatan, kita dakwah hanyalah untuk menunaikan tugas kita sebagai kaum muslimin, adapun bagaimana responi mereka, itu urusan Allah. Hidayah di tangan Allah, tapi Allah berjanji akan memperbaiki keadaan jika kita tunaikan dakwah.
___"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar (Qaulan sadida).
Selain itu, Allah sudah berjanji, jika kita mengajak kepada Allah, Allah akan perbaiki amal-amal kita dan dosa-dosa akan diampuni
___"niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang agung."
Qaulan sadida adalah kalimat dakwah ila llah.
Ketiga: Setidaknya doakan mereka.
Dalam hal ini kita sudah seharusnya beristighfar karena tidak mampu dakwah kepada mereka. Tidak mampu melakukan upaya untuk mencegah mereka berbuat kerusakan.
Setidaknya doakan mereka sebagaimana Nabi Ibrahim Alaihi salam mendoakan kaumnya.
___"Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 129)
Berdoalah, agar Allah mengirim da'i-da'inya di pertambangan, perusahaan-perusahaan yang membuka lahan secara besar-besaran, pemerintahan, bahkan kepada mereka yang begitu mudah memberikan tanda tangan, tak peduli dengan kemaslahatan rakyat.
Jika mampu melayangkan seribu protes di medsos, sisakan 900 untuk istighfar dan doa agar Allah mengirim da'i untuk mereka. Bahkan, meminta kepada Allah, agar kita dipilih sebagai da'i-Nya.
.
Terlepas apakah janji Allah untuk seorang da'i, terlepas bagaimana kah perlakuan mereka kepada da'i, namun memikirkan jika kita diberi kemampuan untuk kelangsungan agama Allah, muncul bahagia yang sulit diukur dengan kata-kata.
Saat di jalan dakwah, kadang terbersit menginginkan sesuatu, lalu Allah kabulkan, tiba-tiba timbul rasa penyesalan, mengapa saat itu tidak digunakan saat untuk mendoakan umat. Sesaat mendoakan umat, rasanya sesaat itu lebih berarti daripada panjangnya usia kita di muka bumi ini.
Sakit di dunia dakwah, rasanya menjadi belum apa-apanya, jika mengingat Allah memilih kita saat itu.
Allahu a'lam. Semoga Allah mengampuni saya dan sahabat. Semoga Allah memilih kita dalam dunia dakwah.