Cahaya Akhwat - Jaga aurat dari mahram? Apa-apaan ini?
Pertama saya ingin mengingatkan phenomena banyaknya media memberitakan terjadi pemerkosaan yang dilakukan oleh ayah sendiri, saudara sendiri, bahkan ada anak ke ibunya. Dan jaman sekarang sudah marak penyakit hubungan sesama jenis atau lesbi (sesama perempuan)
Mungkin salah satunya, adalah karena tidak paham adanya batasan aurat antara perempuan dengan mahramnya atau sesama perempuan.
lihat : Siapa Mahram kita
Dan ini banyak dilakukan oleh muslimah. Seorang ibu hanya makai sarung sampai dada karena merasa di rumah bukan siapa-siapa, hanya ada suami dan anak-anak. Ada juga seorang putri, dengan santainya duduk sambil nonton tv dengan memperlihatkan paha yang mulus kepada ayah dan saudara laki-lakinya, bahkan pamannya.
Atau seorang ibu dengan nyaman menyusui anak tanpa menutup payudara karena merasa hanya ada teman-teman perempuannya. Atau akhwat tidur dengan pakaian sangat seadanya karena teman sekamar kosnya juga akhwat.
Banyak muslimah yang memahami penting menjaga aurat dari yang bukan mahram, tapi kadang tidak paham batasan aurat terhadap mahram sendiri.
Berikut beberapa pendapat ulama tentang batasan aurat terhadap sesama perempuan atau mahramnya:
Fuqaha (ahli fiqih) berpendapat; sesungguhnya aurat wanita ketika bersama para mahram yang laki-laki adalah seluruh badan kecuali wajah, kepala, leher, kedua tangan dan kedua kaki.
Fuqaha Hambali berpendapat; sesungguhnya aurat wanita bersama mahramnya adalah seluruh badan, kecuali wajah, leher, kepala , kedua tangan, telapak kaki dan betis.
Fuqaha Hambali tidak membedakan antara wanita muslim dan wanita kafir. Tidak diharamkan menyingkap aurat dihadapan mereka, kecuali antara pusat dan lutut.
Ada juga berpendapat: batasan antara pusat dan lutut hanya kepada wanita yang ada hubungan darah dan sangat dipercaya seperti anak perempuan kepada ibu kandungnya.
Sedangkan fuqaha Syafi’iyah berpendapat; bagian yang nampak dari wanita muslim ketika berkhidmat ( melayani) dirumah seperti leher, dan kedua tangan.
Al Albani mengatakan, “Sedangkan perempuan muslimah di hadapan sesama perempuan muslimah maka perempuan adalah aurat kecuali bagian tubuhnya yang biasa diberi perhiasan. Yaitu kepala, telinga, leher, bagian atas dada yang biasa diberi kalung, lengan atas yang biasa diberi hiasan, telapak kaki dan bagian bawah betis yang biasa diberi gelang kaki.
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS .An- Nuur: 31)
lihat juga : Mengaplikasikan aturan hijab di rumah
Beberapa Hikmah:
1. Untuk menghindari fitnah yang berasal dari darah daging sendiri. Satu hal yang kita sadari; ayah, saudara laki-laki ataupun paman adalah laki-laki normal yang mempunyai syahwat dan mereka juga laki-laki biasa yang mungkin bisa terpengaruh dari bisikan setan.
2. Untuk pendidikan.
Seorang ibu yang berpakaian rapi dan menutup bagian-bagian yang vulgar, maka secara tidak langsung, ia mendidik anak-anaknya agar berpakaian sopan walaupun di rumahnya sendiri. Walaupun hanya ada ayah dan saudara laki-lakinya.
3. Untuk kesopanan.
“Janganlah orang laki- laki melihat aurat laki- laki dan wanita melihat aurat wanita.” (Muslim)
Saya yakin, ada yang merasa tidak nyaman ketika melihat payudara temannya atau teman se-kostnya yang tidur dengan pakaian yang sangat terbatas.
Dari hadits di atas, selain untuk kesopanan juga untuk menghindari agar teman tidak berdosa karena melihat bagian-bagian vulgar dari tubuh kita.
Dan mungkin masih hikmah-hikmah lainnya yang tidak kita ketahui. Tugas kita sebagai hamba hanyalah menaati Robb kita.
Dan mungkin masih hikmah-hikmah lainnya yang tidak kita ketahui. Tugas kita sebagai hamba hanyalah menaati Robb kita.
Jadi ingatlah: Yang boleh melihat tanpa batas hanyalah suami kita.
*Sumber: Buku Fiqih Muslimah karya Ibrahim Muhammad Al- Jamal. dan berbagai sumber.
gambar dari kutipanislam.wordpress.com
Iya mbak betul, wanita memang harus menutup auratnya biar tidak terjadi fitnah.
BalasHapus