Menu
Cahaya Akhwat

MENGINTIP BAKAT BESAR DIBALIK GANGGUAN PERILAKU





Tidak semua anak berbakat punya perilaku layaknya anak-anak normal. Ada juga di antara mereka yang memiliki gangguan autisme dan pemusatan perhatian.
Saat berusia batita Jason dikenal sebagai bocah hiperaktif dan ADHD (gangguan pemusatan perhatian). Ia tak pernah bisa diam dan kadang menunjukkan agresivitasnya. Ia sangat hobi mengutak-atik sekaligus merusak atau menghancurkan barang-barang di rumahnya.

Karena sikapnya itu, orang tua
Jason membiarkan rumahnya kosong melompong. Di balik itu Jason juga termasuk sosok pendiam dan sulit bergaul. Namun, tak ada yang menyangka, bocah hiperaktif macam Jason ternyata memiliki kelebihan super yang tak dimiliki anak-anak seusianya. Kecerdasannya di bidang matematika luar biasa. Tak heran jika di usia 10 tahun ia sudah bisa masuk SMP dan di usia 13 tahun sudah duduk dibangku kelas 2 SMU.
Jason, menurut Dr. Reni Akbar Hawadi, M.Psi., termasuk kategori anak-anak gifted (berbakat) sekaligus handicapped (memiliki hambatan). “Di satu sisi, dia merupakan sosok hiperaktif yang ditandai dengan berbagai perilaku agresifnya. Di sisi lain, ia juga merupakan seorang jenius karena memiliki IQ 145 poin, selain kreativitasnya yang tinggi,” ungkap pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang juga peneliti anak-anak berbakat.

BERBAKATKAH ANAK ANDA?
Hal senada diungkapkan Astri S. Widianti, Psi., psikolog dari Essa Consulting Group. Menurutnya, anak berbakat adalah mereka yang memiliki kelebihan di atas anak-anak normal. Kelebihan itu pun setidaknya mencakup tiga hal yang sebagian sudah bisa ditunjukkan di usia batita.

*  IQ tinggi
IQ tinggi ditandai dengan ingatan yang kuat. Otaknya seolah berfungsi bak mesin pemotret. Kalau orang tua menjelaskan berbagai jenis kendaraan kepada si anak, contohnya, maka keesokan harinya ia sudah mampu mengingat dan menyebutkan semua kendaraan yang dijelaskan tadi sampai detail. Selain itu, perbendaharaan katanya relatif luas/banyak, sehingga biasanya gemar nimbrung ketika orang tuanya bercakap-cakap. Ia pun mampu berpikir logis dan kritis, sehingga saat menginjak usia prasekolah ia sudah mampu memecahkan soal-soal aljabar sederhana. 

Kejeniusannya terlihat dari kesenangannya mempelajari berbagai bacaan tebal seperti kamus ensiklopedi, dan sejenisnya, serta mampu memecahkan berbagai soal dengan cepat, selain cepat pula menemukan kesalahan maupun kekeliruan.
Tak jarang anak juga menunjukkan kemampuan supernya seperti mampu membaca lebih cepat di usia yang relatif lebih muda dibanding anak sebayanya. Kadang kemampuan membaca ini muncul tanpa pernah diajari sebelumnya secara khusus.

* Kaya Kreativitas
Kreativitas ditandai oleh dorongan ingin tahu yang sangat besar, sering mengajukan pertanyaan yang berbobot, memberi banyak gagasan dan usulan terhadap suatu masalah, bebas saat menyatakan pendapat, memiliki rasa keindahan, menonjol dalam salah satu bidang seni, punya pendapat sendiri, dapat mengutarakan pendapatnya dan tak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain, punya rasa humor yang tinggi, daya imajinasinya kuat, serta orisinalitasnya tinggi yang tampak kala ia mengungkapkan gagasan, buah pikiran, dan sejenisnya. Selain itu, ia juga mampu bekerja sendiri, senang mencoba hal-hal baru, dan mampu mengembangkan/merinci suatu gagasan (kemampuan elaborasinya bagus).

* Motivasi Kuat
Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu lama dan tak mau
berhenti sebelum selesai), ulet menghadapi kesulitan (tak lekas putus asa), tak memerlukan dorongan dari luar untuk menunjukkan prestasi, ingin mendalami materi/bidang pengetahuan yang diberikan, selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin (tak cepat puas dengan prestasi yang diraihnya), menunjukkan minat terhadap aneka masalah “orang dewasa” semisal soal pembangunan, korupsi, keadilan, dan sebagainya. Ia pun senang dan rajin belajar serta penuh semangat, hingga cepat bosan pada tugas-tugas rutin, memiliki orientasi pada tujuan-tujuan jangka panjang disamping bisa menunda pemuasan kebutuhan sesaat. (Pusat Keberbakatan http://puskat.psikologi.ui.edu/ Powered by: Joomla! Generated: 28 March, 2009, 07:12)

Singkatnya, “Jika seorang anak memiliki tiga kriteria tersebut, maka ia termasuk anak berbakat,” tandas Reni. Ia lalu menuturkan, saat ini memang terjadi perdebatan besar mengenai anak-anak berbakat (gifted) dengan disabilitylearning (kesulitan belajar). Sayangnya, berbagai gangguan dan kekurangan yang ditunjukkan sang anak kerap menutup mata orang tua untuk melihat berbagai kelebihan di baliknya.

BELUM POPULER
Memang, tidak semua anak autis memiliki kelebihan-kelebihan yang dimiliki anak-anak gifted. Penyandang autisme umumnya memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata, bahkan 70% di antaranya menunjukkan retardasi mental. Mereka juga kurang mampu berkonsentrasi, sehingga memerlukan terapi secara rutin.

Kendati begitu, tidak sedikit penyandang autisme ataupun anak hiperaktif yang memiliki bakat luar biasa dan ber-IQ tinggi. Sepintas, anak-anak ini umumnya terlihat hiperaktif, kurang konsentrasi, ceroboh, pembosan dan kadang agresif. Padahal, dalam dirinya tersimpan potensi yang sangat besar.

Itulah mengapa, cara pandang bahwa keberbakatan hanya bisa dimiliki anak-anak normal harus diubah. Anak berbakat tidak mengenal batasan negara, strata sosial, dan berbagai kekurangan ataupun gangguan perilaku yang dimiliki seorang anak. Kalau sudah ditakdirkan gifted, ya gifted.
Memang kategori gifted-handicapped ini, ungkap Reni, masih belum populer di Indonesia. “Ini berbeda dengan negara-negara maju seperti Amerika dan Australia. Mereka sudah memiliki perkumpulan khusus yang menangani anak-anak gifted sekaligus memiliki gangguan seperti autis dan hiperaktif atau gifted-handicapped.”
PERBEDAAN AUTIS DAN GIFTED-HANDICAPPED
Menurut Reni, membedakan anak autis sekaligus gifted memang bukan perkara mudah. “Namun orang tua yang memiliki anak gifted-handicapped biasanya akan bisa merasakan adanya kelebihan-kelebihan yang dimiliki buah hatinya.”

Reni lantas mencontohkan seorang ibu yang sempat “mencurigai” kelebihan-kelebihan yang dimiliki batitanya yang autis. Si anak hiperaktif, tak mau menoleh kalau dipanggil, tapi sudah menguasai beberapa program sederhana di komputer. Akhirnya, setelah melalui pemeriksaan di luar negeri, anak tersebut dikategorikan sebagai gifted-handicapped child.
Memang sayang, instrumen penelitian untuk mengetahui keakuratan gifted-handicapped belum ada di Indonesia. “Alhasil, jika ingin mengetahui anaknya gifted atau tidak, harus melalui pemeriksaan di negara-negara maju seperti Singapura, Belanda, dan Australia,” lanjut Reni.

Jadi bukan perkara gampang untuk menentukan apakah seorang anak berbakat atau tidak, termasuk pada anak autis. Namun, tanpa perangkat tes sebetulnya bisa saja keberbakatan ini dilihat dan diukur dari performa anak secara kasat mata.

Contoh konkretnya, meski konsentrasi anak-anak autis cepat buyar dan perhatiannya mudah teralih, tapi dalam bidang tertentu ia bisa mencurahkan konsentrasinya. Semisal, anak batita yang bisa mengoperasikan beberapa program komputer yang relatif njlimet untuk anak seusianya.

BUTUH PENANGANAN KHUSUS
Anak-anak berbakat sekaligus memiliki gangguan ini, ungkap Reni dan Astri, memang perlu penanganan khusus. Kecepatannya dalam menerima pelajaran, contohnya, membuat mereka tak bisa disamakan dengan anak-anak normal lainnya. Jika anak lain masih berkutat di materi A, maka anak gifted sudah bisa menguasai materi C. Demikian halnya dengan anak-anak gifted-handicapped. Hal ini berlaku baik saat menjalani terapi maupun saat menstimulasi kognisi si anak. Untuk terapi, misalnya, anak-anak gifted-handicapped tidak bisa disamakan dengan anak-anak autis pada umumnya.

Kecepatannya menerima materi terapi membuat anak gifted-handicapped cepat bosan. Tak heran jika mereka biasanya ogah diterapi yang ditunjukkan dengan sikap marah, kerewelan atau menangis saat diterapi. Meski begitu ia sangat menguasai materi terapi.


STIMULASI YANG BISA DIBERIKAN
Astri menganjurkan orang tua dengan anak-anak seperti itu untuk banyak memberikan penjelasan tentang segala sesuatu yang dirasa menarik buat si kecil. Misalnya saat turun hujan, orang tua mampu menjelaskan mengapa bisa terjadi fenomena alam seperti itu. Jelaskan dengan cara sederhana dan singkat.      

Begitu juga saat melihat berbagai hal menarik yang diamatinya di teve. Orang tua cukup menerangkannya secara singkat kepada si anak, sebab tak jarang konsentrasi anak-anak gifted ini pendek sehingga cepat bosan.

Jangan segan-segan pula membacakan berbagai cerita menarik kepada si kecil. Setelah itu, biarkan ia menanggapinya. Agar kreativitasnya semakin terasah, orang tua juga bisa mengajukan berbagai pertanyaan kritis kepada anak.

Lengkapi juga fasilitas keluarga dengan sarana dan prasarana yang mengandung unsur edukasi, seperti buku-buku pengetahuan dan fiksi, video, mainan, alat-alat musik, alat lukis, alat permainan aktif seperti bola kaki, bola basket lengkap dengan jaring, dan sebagainya. Dengan sarana edukasi tersebut, orang tua bisa melihat sejauh mana bakat si anak.

Setelah bakatnya ketahuan, orang tua bisa menyalurkan bakat si kecil lebih lanjut. Jika terlihat berbakat melukis, contohnya, orang tua bisa memasukkannya ke sanggar lukis khusus buat anak.

*catat lama yang saya copas di  : http://www.facebook.com/note.php?note_id=76139053461
gambar dari http://anakhiperaktif.com

Tidak ada komentar