Menu
Cahaya Akhwat

Antara Kita dan BCL

Antara kita dan BCL

“Jum’at lagi?!” ya begitulah kurang lebih pikiranku kemarin.
Sebagai ibu rumah tangga yang kerjaannya cuma berputar sekitar kasur, dapur dan sumur (sekarang tambah facebookur ya :)  ), kadang suka lupa hari. Jum’at tak terasa Jum’at lagi. Itu pun ingat Jum’at karena jadwal suami i’tikaf di masjid tiap malam Jum’at. Tanpa itu, mungkin Jum’at pun ga berasa. 

Hal ini menyadarkanku akan cepatnya berjalan waktu. Seminggu, sebulan, setahun, tahu-tahu sudah di ujung detik menuju dunia berikutnya. Hal ini juga mengingatkanku akan BCL yang baru saja ditinggal suaminya. Tiba-tiba ditinggal suami merupakan mimpi buruk bagi BCL juga hampir atau mungkin seluruh wanita. bertahun-tahun kita berkumpul, bercanda dan bersandar, lalu tiba-tiba kehilangan, gimana rasanya?! Membayangkannya saja rasanya perih tak terperikan. 

Pikiranku terus berkelana hingga pada suatu hari di mana aku bertandang ke seorang perempuan paruh baya yang hidup seorang diri. Dia asli orang pulau Jawa, mempunyai dua orang putri. Putri sulung sudah menikah serta ikut suaminya, dan si bungsu lagi momdok. Ketika suaminya meninggal, secara otomatis dia tinggal seorang diri karena tak ada kerabat di sini. 

Tanpa dapat ditahan akhirnya aku bertanya, “gimana rasanya hidup seorang diri?” yang aku risaukan bukan hanya hidup dalam kesepian, tapi juga bagaimana kalau tiba-tiba dalam kondisi darurat, misalnya sakit. Dengan santai dia menjawab, “kan sudah sering latihan, ditinggal empat puluh hari, empat bulan?!” Ooh iya iya. 

Berpisah karena meninggal dengan khuruj memang tidak bisa disamakan. Kalau khuruj, masih ada harapan untuk bertemu, sedang meninggal, tidak ada harapan lagi. Tapi setidaknya, selama ditinggal khuruj, itu latihan buat kita untuk mandiri dan sendiri. Ummahat-ummahat dari jamaah tabligh pasti merasakan. Kalau ada suami manjanya ga ketolongan, tetapi ketika suami khuruj, mendadak menjadi strong woman. Kalau ada suaminya, permintaan ini itu, ketika suami khuruj mendadak menjadi ahli manajemin. 

Lalu bagaimana LDR karena pekerjaan? Apakah merasakan situasi yang sama? Entahlah, karena aku tak mengalami hal ini. Perbedaannya, kalau kita ditinggal suami khuruj dan kita menjaga amalan agama dan maruah diri, adanya janji pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. 

“Wahai orang-orang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Q.S. Muhammad : 7)

Sebagai sepasang suami istri yang selalu bersama, lalu rela ditinggal suami demi untuk menguatkan agamanya, yang nanti dia bawa lagi ke rumah, maka bukankah hal yang mungkin adanya pertolongan Allah Subahnahu wa Ta’ala. Terlebih lagi jika kita niatkan untuk menyebarkan agama ke seluruh alam. 

Saat suami khuruj, mendadak kita jadi strong woman, bukankah itu juga pertolongan Allah. Tidak ada suami, kita harus menghitung cermat semua pengeluaran supaya uang yang ditinggalkan suami cukup selama dia tidak ada. Saking perhitungannya, bahkan ada ummahat ketika ditinggal suami dia bisa peralatan dapur juga pakaian. Bukankah ini sebuah keberkahan?! Lalu kadang kita juga harus merasakan situasi-situasi darurat, yang mungkin menguras tenaga dan pikiran, tetapi pada akhirnya masalah itu bisa selesai dengan kemampuan kita yang sangat terbatas. Itu juga pertolongan Allah.
Situasi apa pun, sempit atau pun lapang saat suami khuruj, itu hanyalah tarbiyah dari Allah untuk mengasah kemandirian dan keimanan kita. Pertolongan Allah selalu datang di saat kita tidak mengharapkan suami atau siapa pun. Itu pasti. 

Karena itu, jangan takut ditinggal suami khuruj. Doronglah dia keluar khuruj fi sabilillah. Bukan bermaksud menyepelekan tarbiyah keimanan bagi mereka yang sama-sama stay setiap saat. Ada kalanya kita harus belajar mandiri. Adakalanya kita belajar hanya mengharap kepada Allah. Ada kalanya, kita harus merasakan bagaimana rasanya perjuangan para sahabiyah saat ditinggal suami untuk perang dan penyebaran agama.  

Jadilah kita sepasang suami istri yang saling membantu dan berkorban dalam urusan agama. Semoga Allah memberkahi dan merahmati keluarga kita, di dunia sampai di akhirat kelak. Mari sukseskan Ijitima of Asia di Pakkatto, Makassar, tanggal 19-22 Maret 2020

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan. Sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan serta taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Q.S. At-Taubah : 71)




Tidak ada komentar