Menu
Cahaya Akhwat

HAL-HAL YANG MEWAJIBKAN BERHIJAB DI RUMAH?



Cahaya akhwat - Berhijab di rumah dari yang bukan mahram merupakan artikel yang paling laris diantara artikel lain di blog lama dulu, bahkan mengundang berbagai pertanyaan konsultasi, entah di komentar blog atau di email.  
Kerabunan masyarakat memahami masalah mahram dan siapa saja mahram perempuan, sehingga tak jarang dengan tanpa merasa bersalah mereka buka aurat di dalam rumah karena dianggap bukan siapa-siapa.
Lihat Siapa Mahram Kita
Ditambah lagi dengan berbagai kondisi sehingga mencampurbaurkan dengan orang yang bukan di dalam rumah.
Beberapa situasi yang mengharuskan wanita berhijab walaupun di rumah:
1.      Ipar
Banyak sekali yang belum memahami hal ini, atau memang kadang  kondisi keuangan yang belum memungkinkan sehingga harus tinggal bersama mertua, padahal masih ada saudara laki-laki suami.
 “Janganlah kalian menjumpai wanita- wanita (yang bukan mahram).” Ada seorang bertanya,”  Ya Rasulullah saw, bagaimana (hukumnya) dengan ipar? “ Beliau bersabda,” Saudara ipar adalah maut.” (Muttafaq alaih)
2.      Anak kemanakan.
Ada juga yang mengeluhkan; suami membawa anak kemanakan atau anak paman yang masih sekolah atau kuliah, dengan alasan balas jasa atau menghemat keuangan karena tidak perlu mengkos.
3.      Pembantu atau anak buah kerja.
Sering juga terjadi dalam masyarakat, karena pemuda itu anak buah kerja sehingga tak jarang mereka bisa berlalu lalang dalam rumah, bahkan di tampung dalam rumah.
4.      Tamu.
Ada juga orang yang yang menerima tamu dalam jangka panjang dengan alasan kekerabatan atau satu kampung.
5.      Orang buta.
Jangan mentang-mentang mereka tidak bisa melihat, lalu kau seenak hati membuka hijab. Ketahuilah fungsi hijab adalah melindungimu dari pandangan orang lain juga memandang orang lain.
Dari Ummu Salamah r.ha, ketika itu ia bercelak di sisi Rasulullah saw bersama Maymunah r.ha. Tiba- tiba muncullah Abdullah bin Ummi Maktum r.a yang buta di hadapan mereka, kemudian ia datang kepada Rasulullah saw ( karena ia buta, tidak dapat melihat, maka kami berdua tidak segera meghijabi diri. Kami tetap disisi Rasulullah saw). Rasulullah saw bersabda,” berhijablah kalian darinya.”  Saya berkata. “ Ya Rasulullah saw, bukankah dia buta? Ia tentu tidak dapat melihat kami?” Rasulullah  saw bersabda, “bukankah kalian berdua tidak buta darinya? Apakah  kalian tidak melihatnya? “ ( Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud)
6.      Anak angkat
Mengambil  anak angkat, sesuatu tindakan yang mulia di mata masyarakat. Ada juga, dijadikan solusi bagi pasutri yang belum memiliki keturunan.

 Tidak masalah mengangkat atau mengasuh seorang anak, terlebih lagi jika anak tersebut adalah yatim piatu. Tentu memelihara yatim piatu sangat di anjurkan oleh agama. Akan tetapi yang harus kita pikirkan, anak angkat laki-laki itu bukan mahram istri dan putri atau anak angkat perempuan bukan mahram suami.

Kecuali mengambil anak angkat putra dari anak saudara istri atau anak putri dari saudara putri suami. Akan tetapi jika kita kelak memiliki anak, maka anak kita bukan mahram anak angkat tersebut.
7.      Mantan suami.
Sejujurnya aku tak habis pikir dalam hal ini. Tapi, memang ada yang mengeluhkan melihat teman masih seatap dengan mantan suami. Atau juga, dengan alasan menjenguk anak karena jaraknya cukup jauh, sehingga mantan suami bermalam di rumah.
Allahu akbar, sulit sekali membayangkan situasi-situasi seperti di atas.
Banyak yang mengadukan betapa susahnya menjaga hijab full day. Terlebih lagi jika laki-laki tersebut tidak paham agama. Tau-tau dia ada di samping saat kita istirahat atau di dapur.

Kadang dalam menerima keluhan-keluhan seperti ini pun membuatku merinding. Bagaimana tidak, untuk memberi solusi kadang kita harus membayangkan sendainya situasi seperti mereka, sehingga kita bisa memberi pandangan jalan keluar.
Cukup cerita Zulaiha dan Yusuf dijadikan sebagai bagi kita. Bahwa memang sangat mudah mengundah fitnah, jika adanya bukan mahram di dalam rumah. 
lihat juga Hukum Akhwat Pergi tanpa Mahram
Di berbagi media sering diberitakan; perkosaan terhadap  sepupu,  anak tuan rumah, bahkan perselingkuhan isteri bersama anak buah suaminya.  Dan tentu ini tidak di inginkan oleh Islam.  Dan Islam memberikan hukum-hukum agama demi kesucian dan kehormatan keluarga.
Akhwat, jika situasimu masih seperti di atas. Maka beberapa hal yang harus kauperhatikan.
1.      Jaga hijab.
Kau harus jaga hijab dari yang bukan mahram, walaupun kalau tinggal serumah. Dan juga perhatikan hijab anak putrimu.
2.      Jangan bersendirian.
“Jika laki- laki dan perempuan satu ruangan maka yang ketiganya adalah setan.” (Tirmidzi)
Kau harus menghindari situasi tertinggal hanya berduaan di dalam rumah dan jangan sampai kau tinggalkan putri atau putramu (jika di rumah ada perempuan bukan mahram) sendirian di rumah.
3.      Sediakan aplikasi hijab rumah.
Mudahan kedepannya, saya bisa membahas masalah aplikasi hijab di rumah.
Secara garis singkatnya: hijab rumah adalah berupa sekat, dinding atau tirai yang membatasi ruangan, sehingga memisahkan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
“ …..Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” ( Al- Ahzab: 53)
Untuk lengkapnya aplikasi hijab di rumah lihat di sini

Pernah nginap di rumah masturah di Bogor.  Rumah beliau berbentuk L.  Satu pojok untuk adik-adik perempuan beliau, dan satu pojok untuk keluarga beliau.  Saya salut dengan rancangan seperti ini.  Beliau bisa tidak mencampur adukkan  antara adik-adik perempuan dengan suami beliau, dan di sisi lain beliau bisa memperhatikan kehidupan adik-adik beliau.
4.      Tidak melemahlembutkan suara
“…. Maka jangan sekali- kali kamu tunduk dalam berbicara, sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (Al- Ahzab:32)
Walaupun mereka kerabat atau walaupun ada sekat yang menghalangi, janganlah berbicara lemah lembut, mendayu-dayu sehingga bisa mengundang penyakit dalam hati mereka. Bicaralah yang tegas, jika memang kondisinya harus berbicara.
5.      Tidak melebihi dari tiga hari
Tidak melebihi dari 3 hari menerima tamu yang bukan mahram. Hak tamu hanya 3 hari.
“ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia menghormati tamunya, sebagai hadiahnya.” Para sahabat bertanya, “Lalu apa hadiahnya itu, wahai Rasulullah ?”  Beliau menjawab, “yaitu, siang dan malam harinya. menjamu tamu itu wajib selama tiga hari, dan setelahnya termasuk sedekah.” ( Muttafaq Alahi)
Maksud saya di sini, bukan menganjurkan bersikap buruk kepada tamu apalagi mengusirnya. Bagaimana pun menerima dan melayani tamu adalah salah satu amalan yang mulia dan mengandung keberkahan.
Akan tetapi, dalam menerima tamu melebihi tiga hari, yang harus kita pikirkan, jika tamu laki tersebut bukanlah mahram dari istri dan anak putri atau tamu perempuan bukanlah mahram dari suami atau anak putra.
Selain itu, istri atau akhwat, jangan sekali-kali menerima tamu laki-laki jika di rumah tidak ada laki-laki kita.
6.      Musyawarah dengan suami.
Musyawarah di sini, bukan maksud memaksa suami ngontrak rumah, lalu pindah. Kenyataannya kita harus memahami kondisi keuangan suami atau kondisinya sudah seperti itu.
Jika ada keterlanjuran menampung yang bukan mahram dalam rumah, maka musyawarahkan pula, bagaimana supaya di rumah tanpa ada mahram.
Kepahaman agama yang paling penting dalam kedua belah pihak. Musyawarah dalam hal seperti ini harus berkepala dingin. Istri harus memahami kondisi suami dan suami pun harus memahami kondisi istri dan anak-anak.
Alhamdulillah, jika bisa mengatasi masalah ini sehingga tidak ada lagi yang bukan mahram dalam rumah. Akan tetapi jika kondisinya tidak memungkinkan,  maka bermusyawarah dan bekerjasamalah dengan suami. Bagaimana supaya kondisinya tidak bercampur baur, dan tidak tertinggal berduaan.
Jika dimusyawarahkan, insya Allah jalan.
Dulu ada juga mengeluh (seorang ikhwan); sulit bagi dia menolak anak paman yang mau kuliah karena dia juga sewaktu kuliah menginap di rumah paman.
Tapi setelah hijrah, dia menjadi bingung. Sangat sulit baginya membayangkan bagaimana istri harus jaga hijab fulltime. Dan dia pun tak mungkin selalu ada di rumah, sedangkan istri selalu ada di rumah, maka sangat memungkinkan istri dan anak kemanakan tinggal hanya berduaan di rumah.
Maka saya sarankan; jika memiliki keuangan lebih, tidak salahnya menyewakan kos dengan uang pribadi karena membantengi keluarga dari fitnah lebih mahal dari uang seberapa pun. Tetapi, jika tidak memungkinkan, sediakan ruangan khusus untuk anak paman. Di mana ruangan itu, ada kamar mandi, dispenser, rice cooker bahkan dapur jika bisa. Maka hal ini sudah meminimalisasi pertemuan istri dengan anak paman.
Dan yang paling penting, pahamkan anak paman tersebut akan bagaimana agama mengatur dalam hal ini.
7.      Meminta bantuan saudara
Seperti yang diceritakan diatas, ada mantan suami saudara yang menjenguk anaknya dengan menginap. Dia bicarakan ke ibunya karena ibunya tidak paham akan hukum seperti itu, maka ibunya mengabaikannya.
Maka di sini saya menyarankan, minta bantuan saudara laki-laki (jika ada) untuk juga memahamkan kepada ibu atau meminta saudara laki-laki menginap, jika ada mantan ipar  menginap di rumah.
8.      Berdoa kepada Allah
Berdoa kepada Allah, sesuatu yang harus dilakukan agar Allah memberi kemudahan jalan keluarnya.
Sekian tips dari cahaya akhwat. Jika ada saran, keluhan dan pertanyaan silahkan tulis di kotak komentar atau mengisi form di kontak us. Kami akan menanggapi sebisa kami.  Akan tetapi jika tak ada jawaban dari kami, kemungkinan kami yang tidak online atau memang di luar kekuasan, keilmuan dan kepahaman kami. 

Terima kasih.

Tidak ada komentar