Bagi sebagian kaum muslimin, kadang
perintah shalat menjadi sebuah beban. Di mana di kala sibuk-sibuknya, eh
tiba-tiba azan berkumandang. Atau karena situasi yang mengharuskan kerja keras sehingga mengabaikan
kewajiban. Mereka mengakui shalat itu wajib, namun dengan berbagai dalih
akhirnya berani meninggalkan dan meringan-ringankan kewajiban yang telah diatur
(baca – berani memberi rukhsah untuk diri sendiri). Padahal jika mereka mau
merenung,berpikir dan membuka mereka pasti menemukan banyak hikmah di balik
kewajiban shalat.
Kewajiban shalat itu adalah
anugerah. Shalat adalah identitas seorang muslim karena dalam agama lain tidak
ada kewajiban shalat. Jika kita berkumpul dengan orang yang notabane non muslim
dan kita tidak mendirikan shalat, maka kita tidak ada bedanya dengan mereka.
Shalat adalah pengendali. Di dalam
Al-Qur’an dijelaskan shalat yang betul mampu mencegah perbuatan dan keji
munkar. Lebih dari itu, shalat juga pengendali kesibukan.
Kita sering terseret dalam
kesibukan yang tiada henti. Dan ketika kita mau meluangkan shalat, jika azan
berkumandang, maka di sana tersimpan bahwa kita bisa mengendalikan kesibukan.
Jika tidak, kita akan terus diseret kesibukan dalam waktu yang tiada henti. Apa
jadinya, kalau kita teruuus demikian? Bekerja dan bekerja. Sedang tidur, makan dan
berkeluarga hanyalah sekadar panggilan naluri sebagai manusia. Maka jika seperti ini, apa bedanya dengan
binatang. Binatang juga makan dan minum, tidur serta berkembang biak. Dan
seandainya, konstruksi tubuh kita tidak secara otumatis ingin makan, tidur,
istirahat, dan berkeluarga, mungkin kita teruuus berkerja tiada henti.
Dengan melepaskan kesibukan demi
mendirikan shalat, secara tidak kita telah menjadi pengendali yang handal.
Shalat adalah relaksasi jiwa. Saat
berhenti dari pekerjaan untuk mendirikan shalat, secara tidak langsung kita telah
memberi ruang untuk merelaksasikan diri dan jiwa, meski hanya beberapa menit.
Yakinlah, orang yang sering meninggalkan dan melalaikan shalat, hidup mereka
melelahkan dan sempit menghimpit dalam pedati kehidupan yang terus berputar.
Shalat adalah titik awal menjadi
pribadi disiplin. Orang disiplin biasanya planingnya lebih terencana sehingga
mereka menjadi disiplin dan tidak berbenturan dari satu waktu dengan waktu
lain. Namun, seberapa besar pun kedisplinan mereka dalam profesionaliesme,
selama mereka mengabaikan shalat, mereka belum dikatakan disiplin.
Shalat bukanlah penghalang untuk
menjadi pribadi yang disiplin di dalam profesi, jika kita mau menjadikan waktu
shalat sebagai titik awal bertolak.
Misalnya dalam dunia kerja menjadi
waktu shalat Zuhur adalah waktu istirahat dan makan, lalu menjadikan shalat
Ashar sebagai jeda sejenak dari kesibukan dan beberapa menit sebelum Magrib
sebagai berakhirnya jam kerja. Semua bisa, kalau kita mau mengaturnya. Sayangnya,
dari awalnya kita memang kurang memperhatikan waktu sehingga jadwal kerja
menjadi alasan dari sekian alasan.
Shalat adalah pembuktian. Kita
sering mengaku cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Bangga menjadi seorang muslim.
Jika ada yang menghina Islam, kita naik pitam, lalu timbullah sumpah serapah.
Memang kita diwajibkan marah jika Islam dihina, akan tetapi haruskah melampiaskan
dengan ucapan atau tulisan sumpah serapah?! Seharusnya kita introspeksi diri,
sudah sejauh manakah kita menjunjung tinggi nilai-nilai kemuliaan Islam, salah
satunya dalam mengemban kewajiban shalat? Jika seseorang yang kita cintai
menginginkan sesuatu, maka sudah pasti kita berusaha secepatnya bergerak untuk
memenuhinya, karena kita sudah maklum bahwa berlambat-lambat akan menimbulkan
kemarahannya. Begitulah juga dengan shalat. Seharusnya kita juga sadar dan
berusaha bersegera menunaikan perintah itu, karena jika melambatkannya maka
Dzat yang kita akui cinta akan marah.
Dan mungkin masih banyak lagi
hikmah-hikmah diwajibkannya shalat untuk kaum muslim. Selama kita mau
mendahulukan kewajiban di atas segala, in sya Allah, kita akan menemukan banyak
hikmah.
Shalat ada anugerah yang harus disyukuri.
#renunganuntukdirisendiri 20-3-2017
Shalat ada anugerah yang harus disyukuri.
#renunganuntukdirisendiri 20-3-2017
Tidak ada komentar