Menjadi bahan gunjingan memang menyakitkan. Terlebih lagi, jika kita berprasangka baik pada mereka, ternyata mereka menggunjing kita di belakang kita. Ibarat taman digoncang prahara. Hancur berantakan.
Kendati demikian, janganlah tenggelam
dalam emosi dan kekecewaan. Postif thinking dan introspeksi diri. Kenapa kita
jadi bahan gunjingan? Tidak ada asap tanpa api. Setiap akibat pasti ada sebab.
Kita jadi bahan gunjingan, mungkin dikarenakan kita telah melakukan suatu
kesalahan atau mereka anggap itu kesalahan.
Jadi lakukanlah muhasabah diri,
apakah yang kita lakukan itu memang salah? Jika memang itu kesalahan, kenapa
kita tidak mau mengakuinya? Diakui, perlu jiwa besar untuk mengakui sebuah
kesalahan, tapi dengan menutup diri dan menyalahkan orang lain, merupakan kekerdilan
jiwa dan bukan solusi yang tepat, bahkan bisa jadi memperpanjang masalah. Dan kita,
semakin terperangkap dalam emosi dan kebutaan hati.
Jika memang yang kita lakukan adalah
benar dan menurut agama juga benar, setidaknya berusahalah untuk menghindari konflik
atau meminimalisir anggapan buruk dari orang lain terhadap kita.
Ada kalanya kesalahan yang terlanjur
dilakukan tanpa disengaja, dan kita pun menyesalinya, namun menurut pribadi, diam adalah lebih
baik dalam menyikapi gunjingan orang-orang.
“Alhamdulillah, ngurangin dosa, dapat
transfer pahala.” Kalimat ini sering terlontar dari mulut orang yang jadi
korban gunjingan. Entah apa yang dirasa di balik kalimat itu. Kalimat itu, bisa
berupa penghibur diri bahwa mereka yang menggunjing akan rugi, atau bisa berupa
ancaman dari hati yang sakit.
Memang ada sebuah hadits yang
menjelaskan:
“Bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi
wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: “Tahukah kalian, siapakah orang
yang bangkrut itu?” Para sahabat menjawab; ‘Menurut kami, orang yang bangkrut
di antara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.’
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Sesungguhnya umatku yang
bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan
zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta
membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk
diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara
tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari
setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga
akhirnya ia dilemparkan ke neraka.” (Hadits Riwayat
Muslim dari Abu Hurairah, Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 18, hadits no. 6744;
dan Hadits Riwayat at-Tirmidzi dari Abu Hurairah, Sunan at-Tirmidzi, juz IX,
hal. 270, hadits no. 2063)*
Memang hadits di atas menjelaskan bahwa
dosa-dosa orang yang dizalimi akan diberikan kepada orang yang menzalimi. Tapi,
jika memang apa yang dikatakan itu benar, tidakkah seharusnya kita berterima
kasih pada mereka? Karena telah mengingatkan kesalahan kita? Kecuali, jika
memang gunjingan itu adalah fitnah.
So, seperti apa pun yang kita rasa,
jangan tenggelam diri dalam emosi dan dendam. Bukalah jendela hati untuk
menerima kalau memang itu sebuah kesalahan dengan barometer agama dan pandangan
masyarakat.
Dan tahanlah hati, agar tidak mendoakan mereka yang menggunjing
dengan doa yang buruk atau berbahagia karena dosa kita telah ditransfer kepada
mereka. Maafkan mereka, dan doakan kebaikan untuk mereka.
Digosipin memang bikin baper, tapi kita
berhak memantaskan diri untuk menjadi pribadi yang cerdas, ikhlas, bijaksana
dan berjiwa besar. Hati yang terluka, memang sulit dihapus atau mungkin tidak
akan terhapus, tetapi kita berhak bahagia dengan berlapang dada.
*http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/orang-yang-beruntung-dan-rugi/
Tidak ada komentar