Menu
Cahaya Akhwat

MEMUPUK KESABARAN




Salah satu tantangan menghafal Al-Qur’an adalah bertemu dengan ayat-ayat serupa. Menghafal mungkin sedikit mudah karena kalimat-kalimat itu sudah familiar di kepala kita, tetapi ketika mengulang akan sedikit kesulitan jika dari awal tidak cermat dalam menyimpan ke memori kita.

Salah satu untuk mengatasi kesulitan itu adalah dengan memahami alur cerita dan membandingkan satu dengan yang lain. Seperti yang terjadi pada putraku beberapa yang hari yang lalu, ketika ia mengulang di halaman terakhir surah Thaha. Maka kubantu dengan memahami alur cerita dimulai dari ayat 124. Ketika menulusuri ayat demi ayat hingga bertemu dengan 130 yang terjemahannya berbunyi:


 

 “Maka bersabar engkau (Muhammad) atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum matahari terbit dan sebelum terbenam. Dan bertasbihlah pula pada waktu tengah malam dan di ujung siang hari agar engkau merasa tenang.”


 

“Dan janganlah engkau tujukan pandanganmu kepada kenikmatan yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka (sebagai) bunga kehidupan dunia, agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal. 


 

Dan perintahkan keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.” (Q.s. Thaha : 132)

Ayat-ayat ini mengingatkanku pada pembahasan sebelumnya  mengenai menghadapi respon negatif yang membuat kita menjadi pesimis untuk berdakwah (lihat sini). Dan di ayat-ayat ini menjelaskan bagaimana supaya kita menjadi orang sabar terhadap respon negatif atau tidak sesuai dengan harapan. Dan tips ini juga bisa diandalkan untuk permasalahan-permasalahan lainnya.

Kadang kita merasa sabar itu seperti bom waktu. Sewaktu-waktu akan meledak jika terus ditahan. Atau kadang kita berinisiatif meledakkannya, tetapi ada penyesalan sesudahnya. Kalimat sabar kadang juga seperti sel kanker terus menggoroti anggota tubuh sehingga mungkin menuai ending yang manis tapi sel itu terlanjur merusaki sebagian tubuh kita.

Sabar sesuatu yang indah tapi tidak semua orang bisa menjinakkan sampai mendapatkan ending yang manis. Sabar adalah pilihan bukan pula ketidak berdayaan.

“Maka bersabar engkau (Muhammad) atas apa yang mereka katakan.” Menahan dari ucapan pedas atau situasi buruk adalah langkah awal dalam sabar. Berargumen atau berdebat kadang bukanlah cara dan waktu yang tepat. Terlebih lagi jika tiap pihak sudah dikuasai emosi meletup-letup. Menjauh mungkin solusi terbaik saat itu. Lalu bisakah kesan negatif itu hilang begitu saja dalam perasaan kita. Tentu saja tidak. Kadang hasutan buruk dalam diri kita terus saja menggorogoti dan menjalar menjadi kebencian yang dalam.

“...dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum matahari terbit …”

Bertasbih atau berdzikir bisa disebut menjadi tiga kategori: tafakkur, berdzikir lisan dan hati,  atau dzikir lisan.

Waktu pagi memang memengaruhi emosi kita untuk seharian penuh. Jika pagi diisi dengan semangat dan keceriaan, besar kemungkinan beraktifitas seharian penuh dengan keceriaan pula. Sebaliknya jika pagi sudah suram dan kekusutan, maka besar kemungkinan  akan menjadi hari yang suram.

Tidak hanya untuk hari itu, pagi kita bisa membentuk karakter atau menuntun masa depan. Seorang ibu yang pagi-pagi sudah sibuk di dapur, dapat dipastikan ibu tersebut sangat peduli dengan kebutuhan makan keluarganya. Seseorang tekun, ulet atau pemalas bisa dilihat tindakan pagi harinya.

Di ayat ini kita disuruh mengisi pagi kita dengan berdzikir atau bertafakkur, merenungkan semua nikmat-nikmat Allah. Jika pagi kita diisi dengan muhasabah, prasangka baik dan senantiasa bersyukur kepada Allah, akan membuat perasaan menjadi ringan, lapang dan ikhlas. Kita akan menyadari ujian yang dialami masih tidak sebanding dengan nikmat yang Allah berikan. Bahkan kita akan menyadari, ujia pun ternyata salah bentuk dari kasih sayang Allah.

“…Dan sebelum terbenam..”

Sore hari kita kembali diajak merenung setelah seharian penuh beraktifitas.  Memikirkan apa saja yang telah kita perbuat, sejauh mana ketaatan kita, dan nikmat Allah apa yang didapatkan. Jika sore hari kita memikirkan hal demikian, maka kesulitan atau kesempitan hari itu terasa menjadi lebih ringan dibanding curahan kasih sayang Allah di hari itu.

“Dan bertasbihlah pula pada waktu tengah malam dan.” Lalu kita pun disuruh menjaga shalat tahajud, dan sudah banyak kita ketahui bahwa pengaruh baiknya sangat luar biasa untuk emosional.

“Di ujung siang hari agar engkau merasa tenang” di siang hari biasanya adalah waktu istirahat, maka kita pun diingatkan alangkah baiknya jika diisi dengan berdzikir kepada Allah kita menjadi tenang, dibanding mengambil ponsel lalu curhat di dalamnya.

Kalau kita sering berinteraksi dengan Al-Qur’an kita akan menemukan banyak sekali ayat yang menyuruh kita berdzikir di waktu dan petang, seperti halnya kesehatan jasmani, pakar-pakar medis bahkan orang awampun sering sekali mengingatkan pentingnya mengonsumsi sayur, buah atau makanan bergizi begitulah juga diibaratkan ayat-ayat bertebaran mengingatkan betapa pentingnya dzikir pagi dan petang.        Itu artinya tak hanya mengenai fadhilah, melainkan itu juga sangat berpengaruh untuk kesehatan rohani juga emosi.

Dimisalkan sayur dan buah yang manfaatnya sangat penting untuk kebutuhan gizi jasmani. Salah satunya memiliki antibiotic guna sistem kekebalan tubuh, begitulah juga dzikir pada rohani. Orang yang istikamah berdzikir memiliki sistem kekebalan rohani, dapat melindungi dari hasutan-hasutan, pemikiran dan prasangka buruk. Sebagaimana sayur dan buah, dzikir juga memiliki kandungan serat yang dapat melancarkan pencernaan, membuang semua kotoran-kotoran yang merusak hati juga iman. Ini hanyalah perumpaan, bagaimana pun keuntungan ukhrawi lebih utama dan mulia dari pada keuntungan duniawi.

Orang yang senantiasa bertafakkur, pandangannya lebih dalam, penuh makna dan lebih memahami hakikat tujuan hidup yang sebenarnya. 


 

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang  terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” (Q.s. Ali Imran : 190-191)

 

“Dan janganlah engkau tujukan pandanganmu kepada kenikmatan yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka (sebagai) bunga kehidupan dunia…” Materi atau finansial salah satu ujian para da’i. Banyak para da’i meninggalkan dakwah karena merasa penghidupan yang pas-pasan atau malah berkekurangan, sedang teman-temannya hidup berkecukupan, lalu berusaha lebih giat lagi dalam bekerja, sayangnya harus menelantarkan usaha agama. Atau tergoda  karena melihat teman sukses dalam usahanya, lalu ingin mencoba mencari peruntungan, sayangnya dakwah menjadi dinomor duakan. 

Tidak salah mencari kekayaan, dan Allah pun tidak melarang, hanya saja materi jangan sampai membuat kita terhalang dari dakwah atau amal shalih lainnya.

“…, agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal..”

Selain itu, janganlah mengukur keberuntungan itu berupa kesuksesan materi, karena kita tidak tahu berangkali melimpahnya materi justru di dalamnya ada kehinaan, kesempitan, kesusahan hidup atau hilangnya jati diri.

“Dan perintahkan keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya.…”

Keluarga, terutama pasangan hidup, sangat berpengaruh dalam kelangsungan usaha dakwah atau amal shalih lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salah satu contoh keberhasilan dalam dakwah. Dakwah beliau dan para sahabat mendatangkan hidayah seluruh alam dan sampai sekarang, yang semuanya tentu berkat dukungan istri-istri mereka. Berbeda dengan nabi Nuh dan Luth ‘alaihimas salam, hanya mendapatkan segelintir pengikut dikarenakan tidak mendapatkan dukungan dari istri-istri mereka.

Ketidakpahaman mereka tak hanya menghambat proses dan hasil dakwah, tetapi juga hasutan mereka bisa membuat kita terpaling dari dakwah dan amal shalih lainnya, sebagaimana Bal’un bin Ba’urah yang memilih berpaling karena bujukan istrinya. Dan salah satu memahamkan usaha dakwah kepada mereka adalah memerhatikan shalat mereka, karena shalat adalah pondasi agama. Jika shalat mereka bagus, perlahan akan merubah perangai dan pemikiran mereka.

“… Kami tidak meminta rezeki kepadamu. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa.”

Allah tidak pernah meminta apa pun dari kita, Allah lah yang memberi rezeki kepada kita. Kalau pun dakwah dan amal shalih lainnya menuntut pengorbanan, itu akan kembali pada diri kita, baik kebaikan untuk di akhirat juga untuk kebaikan di dunia ini.

Salah satu hikmah yaitu agar kita selalu menjadi orang sabar, senantiasa intropeksi diri, berprasangka baik dan rida Allah menjadi tujuan hidup.

Sabar laksana sebutir benih, yang ditanam di lubuk hati.

Apakah dirawat, menjadi rimbun menaungi.

Atau dibiarkan kering, merana, tak terawat lalu mati.

Agama tidak memerlukan kita, tapi kita lah yang perlu agama. Kita akan kehilangan arah dan binasa tanpa adanya agama. Supaya agama ini tetap ada, maka dakwah harus dijalankan, yang semuanya memerlukan perhatian dan pengorbanan kita.

Allahu a’lam.

Silakan baca hikmah lainnya di menafsirkan hidup bersama Al-Qur’an.

 

semua foto dari google. 

 

 

 

Tidak ada komentar